Oase Spiritual di Banten: Pesantren Al-Anwariyah Al-Idrus yang Tak Tergerus Zaman

- Jumat, 19 Desember 2025 | 09:25 WIB
Oase Spiritual di Banten: Pesantren Al-Anwariyah Al-Idrus yang Tak Tergerus Zaman

Keseharian di pesantren ini penuh ritme. Pagi dimulai dengan shalat Subuh berjamaah, lalu langsung menyelam ke pengajian kitab kuning. Siangnya, ada pelajaran formal di madrasah yang mengajarkan matematika, bahasa Indonesia, dan ilmu sosial, tapi semua diintegrasikan dengan nilai-nilai Islam.

Begitu sore tiba, suasana berubah. Kegiatan spiritual mengisi waktu: halaqah zikir, muhadharah untuk melatih pidato, sampai musyawarah santri. Mereka juga aktif di kegiatan seperti pramuka, seni hadrah, dan olahraga. Intinya, karakter kemandirian dan gotong royong benar-benar dibentuk di sini.

Di era digital seperti sekarang, peran pesantren ini makin vital. Ia menjadi benteng moral bagi banyak remaja Lebak. Saat degradasi akhlak mengancam, Al-Anwariyah Al-Idrus menawarkan pendidikan holistik yang melindungi sekaligus membekali.

Buktinya, banyak alumni yang kini berkarya sebagai ulama, guru, pengusaha, atau tokoh masyarakat. Ini menunjukkan bahwa tradisi salaf bukanlah sesuatu yang usang. Justru relevansinya makin terasa.

Hingga kini, pembangunan terus berjalan. Asrama putri bertingkat dan masjid yang lebih representatif didirikan. Dukungan masyarakat sekitar juga kuat, karena mereka melihat pesantren ini sebagai pusat dakwah dan sosial yang nyata.

Warisan Bapak Haji KH. Nunung Anwarudin tetap hidup. Tradisi ilmu yang berkah, adab yang mulia, dan spiritualitas yang mendalam dijaga betul oleh para penerusnya.

Pesantren Al-Anwariyah Al-Idrus adalah bukti. Sebuah lembaga yang dari kampung bisa menjadi cahaya besar bagi Banten. Di sini, santri tak cuma belajar agama. Mereka ditempa menjadi manusia utuh, yang akarnya kuat pada tradisi Nusantara, tapi siap menghadapi tantangan zaman.

Bagi yang mencari pendidikan berkarakter, tempat ini layak dipertimbangkan. Semoga cahayanya tak pernah padam, terus menerangi generasi-generasi setelah kita.

Muhammad Nursech Zamzami, Mahasiswa Universitas PTIQ Jakarta.


Halaman:

Komentar