Prabowo dalam Cengkeraman: Sandera Kekuasaan di Balik Layar

- Kamis, 18 Desember 2025 | 09:50 WIB
Prabowo dalam Cengkeraman: Sandera Kekuasaan di Balik Layar

Prabowo dan Dilema Kekuasaan: Sebuah Analisis dari Kajian Politik Merah Putih

Menurut sebuah analisis politik yang cukup menggelitik, Presiden Prabowo Subianto digambarkan berada dalam posisi yang tak mudah. Ia disebut-sebut sebagai pemimpin yang "tersandera". Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, mengungkapkan pandangannya ini pada Kamis, 18 Desember 2025. Inti dari analisisnya berpusat pada dua pertemuan penting antara Prabowo dan Presiden China, Xi Jinping.

Pertemuan pertama terjadi akhir Maret hingga awal April 2024. Lalu, mereka bertemu lagi pada November di tahun yang sama. Dalam kunjungan-kunjungan itulah, Xi Jinping disebut menyapa Prabowo sebagai "Elected President Jokowi". Sebuah sapaan yang, bagi sebagian pengamat, punya makna tersendiri.

Sutoyo mengutip apa yang diucapkan Prabowo di hadapan pemimpin China itu. "Saya mendukung yang lebih dekat dan lebih berkualitas antara China dan Indonesia. Pencapaian beliau (Jokowi) akan jadi pedoman program saya. Saya akan melanjutkan kebijakan Presiden Joko Widodo dan juga pencapaian pemimpin China," begitu kira-kira pernyataan Prabowo.

Nah, dari sinilah ceritanya mulai berliku. Pertemuan lanjutan antara Prabowo dan Jokowi di Solo pada 13 Oktober 2024 disebut bukan sekadar silaturahmi biasa. Ada agenda lain. Di kediaman Jokowi, mantan presiden itu konan menitipkan sejumlah orang untuk masuk ke dalam Kabinet Merah Putih. Tak hanya itu, Jokowi juga dikabarkan meminta Prabowo untuk tidak mengutak-atik program oligarki yang sudah mendapat lampu hijau dari Xi Jinping. Alasannya sederhana namun mencemaskan: ganggu program itu, maka oligarki bisa mengacaukan perekonomian negara.

Lalu, benarkah Prabowo cuma dikendalikan oleh apa yang disebut "Geng Solo"? Sutoyo punya pendapat berbeda. "Munculnya statement bahwa Presiden Prabowo dikendalikan Geng Solo (Jokowi), adalah tidak tepat, bahkan bisa menyesatkan," katanya.

Menurut dia, yang terjadi justru lebih kompleks. "Karena sejak awal sudah ada kesepakatan Prabowo dengan Xi Jinping, maka sesungguhnya Xi Jinping-lah yang mengendalikan Presiden Prabowo. Jokowi sejak jadi Presiden tidak lebih hanya sebagai boneka yang diremote oligark dan Xi Jinping," tegas Sutoyo.

Analisis ini mendapat penguat dari sebuah kasus nyata. Coba lihat peran Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua DEN dalam kasus Morowali. Dia disebut tidak berkoordinasi dengan Presiden, melainkan langsung dengan mitra utama China, Wang Yihan, yang ditunjuk langsung oleh Xi Jinping. Ini menunjukkan alur komunikasi dan kendali yang, bagi Sutoyo, sudah melenceng dari hierarki normal.


Halaman:

Komentar