Fitri sendiri merasa sangat bersyukur. Selama ini, ia harus tinggal di rumah yang sangat sederhana. Dindingnya lapuk, atapnya bocor jika hujan turun. Rumah itu adalah satu-satunya tempat berlindungnya.
“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur dan berterimakasih,” ucap Fitri dengan polos.
Ia berharap pembangunan cepat selesai. Pasalnya, Fitri sudah tiga tahun hidup sendiri setelah nenek yang mengasuhnya meninggal. Orang tuanya? Tak pernah diketahui kabarnya sejak ia masih kecil.
Sejak ditinggal nenek, remaja ini berjuang sendiri. Untuk bertahan hidup, ia bekerja sebagai pembungkus roti dengan upah Rp 20 ribu per hari. Kadang, ia juga mendapat upah Rp 7 ribu sampai Rp 10 ribu dengan cara membantu tetangga membeli bumbu.
Meski hidup serba kekurangan, Fitri punya tekad kuat. Banyak pihak yang menawarkan bantuan, bahkan mengajaknya tinggal di panti asuhan. Tapi ia menolak. Fitri memilih bertahan di rumah lamanya, di desa tempat ia dibesarkan.
Kini, dengan rumah yang sedang dibangun ulang, setidaknya ada secercah harapan baru untuk masa depannya.
Artikel Terkait
Truk Angkut Air Mineral Terjun Bebas ke Jurang 15 Meter di Pasaman, Sopir dan Kernet Selamat
Gelar Berguguran, Janji Pendidikan Tinggi Retak di Ujung Karier
Israel Perintahkan Pembongkaran Ratusan Rumah di Kamp Pengungsi Nur Shams
Pembela Nadiem Bantah Keterkaitan Rp809 Miliar dengan Kasus Chromebook