"Sedikit pun, sudah tak tersisa lagi sifat kenegarawanan pada Saudara Joko Widodo," tandas Yani tanpa ragu. "Bahkan yang seberat zarrah sekalipun."
Rizal Fadilah, salah satu tersangka, malah balik menuding. Menurutnya, justru Jokowi yang seharusnya menjadi pesakitan. Tuduhannya berat: memalsukan dokumen, menggunakan dokumen palsu, dan memakai gelar palsu semua itu melanggar KUHP dan UU Sisdiknas.
"Dia yang harus dihukum," tegas Rizal. "Karena telah menipu dan meresahkan masyarakat."
Tuntutan Pemeriksaan Konfrontasi
Petrus Selestinus punya tuntutan konkret. Dia mendesak penyidik menggelar pemeriksaan konfrontasi, mempertemukan langsung para tersangka dengan Jokowi sebagai saksi korban. Aturan dalam Perpol tentang gelar perkara, katanya, mengamanatkan hal itu.
"Pandangan kedua kubu ini bagai bumi dan langit," ujar Petrus. "Nah, momentum gelar perkara khusus ini harusnya jadi ruang untuk mempertemukan mereka. Biar jelas."
Sementara itu, tersangka lain, Rustam Effendi, menyiapkan senjata analisisnya sendiri. Jika polisi akhirnya menunjukkan ijazah asli itu, dia berjanji akan memeriksa detail-detail fisik seperti foto, bibir, dan telinga di dokumen tersebut.
"Dari fotonya saja," klaim Rustam, "sudah kelihatan itu bukan wajah Jokowi. Artinya, sudah ada pemalsuan di sana."
Gelar perkara berjalan tertutup, jauh dari sorotan media. Tim advokasi mengaku akan terus berjuang, meski diakui, keyakinan mereka pada institusi kepolisian yang dinilai penuh "anomali dan kontradiksi" ini tidaklah besar. Perjuangan untuk kebenaran, kata mereka, seringkali berjalan di jalan yang berliku.
Artikel Terkait
Bandara Sam Ratulangi Siap Hadapi Gelombang Mudik Nataru
Gus Yaqut Kembali Diperiksa KPK, Jejak Uang Kuota Haji Diperdalam
Kecelakaan Beruntun di Banjir Kanal Timur, Satu Tewas dan Sopir Bus Kabur
Tiga Siklon Serempet Indonesia, BMKG Minta Warga Waspada