Maklumat Yogyakarta: Suara Keras Soal Kedaulatan yang Terkikis
Ada kegelisahan yang mengeras di Yogyakarta. Suara itu datang dari sejumlah nama besar, menyoroti sebuah perubahan yang dianggap sebagai titik balik kelam bagi republik. Intinya sederhana namun berat: Indonesia dianggap telah mempertaruhkan, bahkan menyerahkan, kedaulatannya sendiri. Semua ini bermula dari satu pasal di UUD.
Menurut mereka, praktik penyelenggaraan pemerintahan kita belakangan ini terus memburuk. Dinamikanya mengkhawatirkan. Dan puncak dari semua itu adalah perubahan terhadap Pasal 33 UUD 1945 yang asli pasal yang dulu dirancang dengan semangat anti-penjajahan, tegas, dan tanpa celah. Penggantian itu, dalam pandangan mereka, sama artinya dengan menyerahkan kendali kedaulatan NKRI ke tangan pihak kapitalis asing.
Mari kita lihat bunyi pasal lama itu. Dulu, ayat 1 berbunyi: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Lalu ayat 2: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Serta ayat 3: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Namun begitu, pasal tersebut kemudian diubah. Ditambahlah dua ayat baru.
Ayat 4 sekarang menyebut: “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Dan yang paling disoroti, ayat 5: “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.”
Di situlah masalahnya. Ayat kelima itu dianggap sebagai pintu masuk yang berbahaya. Tiga ayat awal yang tegas dan tanpa celah, kini diganti. Khususnya dengan adanya ayat 5, ditambah berbagai UU dan peraturan turunannya, dianggap sebagai bentuk penyerahan sumber daya alam dan kedaulatan negara kepada kapitalis asing.
Dampaknya? Mereka menggambarkannya dengan gamblang. Substansinya, semua cabang produksi penting kini dikuasai asing. Kekayaan alam dikeruk tanpa kendali. Banjir di mana-mana dengan korban yang sangat mengerikan. Situasinya sudah sedemikian parah.
Artikel Terkait
Kebakaran Hebat di Korsel Picu Polemik: Bencana Nasional atau Tindakan Lembek?
Lima Nelayan Bertaruh Nyawa Tiga Jam di Tengah Amukan Ombak Bali
Ahli Geologi Ingatkan: Hunian Korban Bencana di Sumatra Tak Boleh Dibangun di Atas Memori Bencana
Tito Pastikan Bantuan Rp 268 Miliar untuk Korban Bencana Tepat Sasaran