“Tantangan selama persiapan karena OSA dilaksanakan di tengah bulan Desember, sementara sebelumnya ada ujian akhir semester, jadi waktu belajarnya tidak terlalu panjang,” jelasnya.
Ini adalah pengalaman pertamanya sekaligus yang terakhir. Dia sudah tahu tentang OSA tahun lalu, tapi merasa belum siap. “Sekarang sudah kelas 12,” katanya, menyadari momen ini sangat berarti.
Soal pelaksanaan, Fathya menilai panitia sangat ketat. Peserta dilarang membawa barang apapun, semua alat tulis disediakan. Tingkat kesulitan soalnya pun menantang, mencakup materi dari kelas 10 hingga 12.
“Tantangan paling terasa waktu mengerjakan soal, terutama Matematika. Tapi insyaallah saya optimis bisa mendapatkan hasil terbaik,” ucapnya penuh keyakinan.
Harapannya sederhana tapi penuh bekal usaha: hasil maksimal dan tiket emas ke FK Unair. “Semoga bisa mendapatkan hasil terbaik, dan insyaallah bisa mendapatkan golden ticket,” harap Fathya.
OSA sendiri memang ajang bergengsi. Tahun ini diikuti oleh 6.206 peserta yang tersebar dari 23 provinsi, bahkan sampai dari Kuala Lumpur, Malaysia. Antusiasme luar biasa, terlihat dari rombongan siswa Jawa Timur yang datang menggunakan bus.
Melalui olimpiade ini, Unair berkomitmen membuka akses setara bagi pelajar dari mana saja. Bagi anak-anak seperti Fathya dari Palembang, ini lebih dari sekadar lomba. Ini adalah sebuah kesempatan.
Artikel Terkait
Bentrokan Berdarah di Tambang Emas Kalbar, WNA China Serang Petugas dan TNI
Laporan YLBHI Buka Suara: Operasi Militer Ilegal dan Duka yang Membisu di Papua
Menteri Muti Tinjau Revitalisasi SMP Al-Ittihad, Janji Pendidikan Bermutu untuk Semua
Bendera Putih Berkibar di Aceh, Sinyal Darurat yang Cuma Dijawab Saya Cek Dulu