Senyum Rara di Sekolah Rakyat, Setelah Badai Kehidupan di Pesisir Ternate

- Minggu, 14 Desember 2025 | 14:18 WIB
Senyum Rara di Sekolah Rakyat, Setelah Badai Kehidupan di Pesisir Ternate

Laut Ternate yang biru itu menyimpan cerita yang tak mudah bagi Jannatul Zahra Umamit. Gadis berusia 13 tahun itu biasa dipanggil Rara. Langkahnya dari Pantai Dufa-Dufa kini mengantarkannya ke Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 26 Ternate, membawa serta doa dan harapan dari pesisir.

Semuanya berubah sejak ayahnya, seorang nelayan, hilang di laut. Perahunya dikabarkan terjebak badai. Hingga kini, jasadnya tak pernah ditemukan.

“Rara ingat sekali, waktu itu hari Minggu. Kami dapat kabar ketika jelang Subuh kalau kapal Ayah sudah terbalik,”

kata Rara, ekspresinya murung, mengenang hari itu.

Dulu, seperti anak pesisir lainnya, Rara senang berenang dan menyelam. Pantai Dufa-Dufa adalah tempatnya bermain, mengeksplorasi, atau sekadar melepas penat sepulang sekolah. Namun sekarang, dunianya berbeda. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan untuk membantu ibunya mencari ikan dan menjualnya ke pasar. Itulah cara mereka bertahan.

“Mama kerja jual ikan, tapi kalau tidak ada ikan, mama jadi tukang cuci,”

ujarnya, menggambarkan betapa serba tak pastinya kehidupan mereka.

Rara tinggal bersama ibu dan kedua adiknya yang masih kecil. Sebagai anak sulung, ia merasa punya tanggung jawab besar. Tak ada waktu untuk terus bersedih. Ia harus kuat, agar ibunya juga bisa tetap tegar menghadapi hidup yang serba pas-pasan ini.

Namun begitu, angin sepoi-sepoi di pesisir Ternate rupanya membawa kabar baik. Rara mendengar tentang Sekolah Rakyat, program sekolah gratis yang digagas Presiden Prabowo Subianto bersama Kementerian Sosial. Awalnya, ia dan ibunya tak percaya.

“Waktu itu aku ditanya, mau enggak sekolah di Sekolah Rakyat? Awalnya aku dan Mama kaget karena dibilang sekolah ini gratis, soalnya sekolah lain harus bayar mahal. Jadi aku mau meringankan beban Mama,”

kenang Rara.

Hari pertama masuk sekolah, Rara menggenggam erat tangan ibunya. Saat kakinya melangkah melewati gerbang sekolah dengan sistem asrama itu, ia memutuskan untuk mengadu nasib. Gadis yang terbiasa berjalan kaki puluhan kilometer itu kini bisa merasakan nyamannya tinggal di asrama. Fokusnya untuk belajar jadi lebih baik, mendekatkannya pada impian menjadi tentara wanita.


Halaman:

Komentar