Kisah Sumarni dan Kios Buku yang Bertahan di Titik Nol Yogyakarta

- Kamis, 11 Desember 2025 | 15:48 WIB
Kisah Sumarni dan Kios Buku yang Bertahan di Titik Nol Yogyakarta

Masih Ada Sinar di Tengah Sepi

Meski sepi, harapan itu belum padam. Kartu pos, misalnya, masih jadi buruan turis asing. Lalu ada fenomena menarik: anak-anak muda generasi Z yang suka baca Wattpad online, ternyata sering mencari versi cetaknya. "Mereka penasaran sama ending ceritanya di buku. Kalau ada rombongan study tour, alhamdulillah masih ramai," ucap Sumarni.

Buku-buku filsafat dan sejarah juga punya pasar tersendiri. Ada juga tradisi baik saat kelulusan, di mana pelajar membeli buku untuk disumbangkan ke perpustakaan sebagai kenang-kenangan.

Kalender? Ini masih laku keras. Apalagi kalender yang mencantumkan hari pasaran Jawa. "Banyak yang merasa kurang lengkap kalau dinding rumah nggak ada kalender," ujarnya. Bahkan belum lama ini, seorang bapak dari Belitung memesan dalam jumlah cukup banyak untuk tokonya.

Teka-Teki Silang dan Komitmen Seorang Penjual

Lalu bagaimana dengan TTS? Ternyata masih ada peminatnya, terutama dari kalangan sepuh. "Buat kegiatan orang tua, biar nggak cepat pikun," tutur Sumarni dengan senyum.

Tapi untuk koran, dia sudah berhenti menjual. Sistemnya sudah berubah, harus beli dulu. Kalau tidak laku, ya rugi. "Dulu kan sistem titip. Sekarang nggak lagi," keluhnya.

Omzet memang turun, itu diakuinya. Tapi Sumarni memilih untuk bersyukur dan pantang menyerah. Di usianya yang tak lagi muda, kios ini adalah segala-galanya.

"Harapan saya sederhana. Semoga masih bisa terus jualan di sini. Usia saya sudah tua, untuk memulai usaha baru lagi, rasanya sudah tidak produktif," katanya, menatap deretan buku di hadapannya.

Di Titik Nol yang sibuk, kios Sumarni bagai sebuah ruang waktu. Mengingatkan pada era ketika membalik halaman kertas masih menjadi ritual, dan informasi bukan sesuatu yang instan.


Halaman:

Komentar

Terpopuler