Menjelang peringatan Hari HAM Sedunia yang ke-77, KontraS meluncurkan sebuah laporan bertajuk "Katastrofe Hak Asasi Manusia". Laporan itu menyoroti kondisi yang dinilai memburuk dalam setahun pemerintahan Prabowo-Gibran. Situasinya suram, begitu kesan yang ditangkap.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, tak ragu menyebut situasi ini sebagai bencana besar. Peluncuran laporan di Jakarta, Selasa (9/12) lalu, diwarnai nada prihatin yang kuat.
"Negara ini terus absen. Lalai dalam kewajiban paling dasarnya: melindungi, menghormati, dan menegakkan hak asasi manusia," ujar Dimas.
Harapan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat: Sirna?
Menurut KontraS, harapan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tampak kian memudar. Mereka punya tiga alasan utama.
Pertama, komitmen penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu tak tercantum dalam dokumen prioritas pemerintahan, Asta Cita. Padahal, Prabowo sendiri masih berstatus terduga dalam kasus penculikan aktivis 1997-1998.
Kedua, ada hambatan politis yang kental. Dimas menyoroti pemberian gelar kehormatan dan pahlawan nasional kepada sejumlah nama yang diduga publik sebagai pelaku pelanggaran HAM.
"Pak Prabowo memberikan sejumlah gelar pahlawan kepada hampir semua orang yang diduga publik sebagai pelanggar HAM. Mulai dari Soeharto, Sjafrie Sjamsoeddin, Wiranto, Agung Gumelar, hingga AM Hendropriyono," paparnya.
Alasan ketiga adalah lemahnya infrastruktur pengadilan HAM. Celah dalam UU 26/2000 yang memisahkan fungsi penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan Kejaksaan Agung dinilai menjadi akar masalah.
Kepolisian: Pelaku Utama Pelanggaran?
Sepanjang 2025, catatan KontraS menyebut ada 4.291 orang ditangkap terkait kebebasan berkumpul dan berpendapat. Angkanya cukup mencengangkan. Sekitar 70 persennya, atau 3.337 orang, ditangkap dalam periode yang mereka sebut "Agustus Kelabu".
"Dari hampir satu tahun terakhir, Kepolisian Republik Indonesia menjadi pelaku pelanggaran kebebasan sipil paling dominan. Ada 178 peristiwa," ungkap Dimas.
Tak hanya penangkapan. Korban luka akibat kekerasan polisi mencapai 471 orang. Laporan orang hilang saat aksi ada 46 kasus, dengan 34 di antaranya diduga penghilangan paksa jangka pendek. "Bahkan ada yang sempat dibawa ke tempat rahasia sebelum dibawa ke kantor polisi," tambahnya.
Artikel Terkait
Sembilan Jam di Tengah Banjir: Kisah Perjalanan Mencekam Sudirman Said dan Mitigasi yang Tertinggal
Malam Tanpa Ujung di Aceh Tamiang: Warga Bertahan dengan Senter dan Api Unggun
Kakek 79 Tahun Tewas Ditabrak Motor Boncengan Tiga Remaja di Bantul
AKBP Ojo Ruslani Bongkar Modus Penipuan E-Tilang Palsu