HUTAN YANG “DILAPUKKAN” OLEH ALIBI
Sebuah Editorial
Bayangkan Anda berdiri di tepi hutan. Di tanah basah, berserakan batang-batang kayu gelondongan. Yang menarik, di setiap batangnya terpampang nomor seri, dicetak rapi. Nama sebuah perusahaan sebut saja PT tertentu terlihat jelas di sana. Bekas potongan gergaji mesin masih terlihat tajam, bahkan getahnya masih lengket, belum sempat mengering sepenuhnya.
Pemandangan ini bicara sendiri. Siapa pun yang punya mata, akan langsung tahu. Ini bukan kayu lapuk tua yang tumbang karena angin atau usia. Ini adalah hasil kerja. Terencana, sistematis, dan punya tujuan jelas.
Namun begitu, datanglah penjelasan resmi. Dan sungguh, penjelasan itu bikin mengelus dada. Kayu-kayu itu, kata mereka, adalah kayu lapuk. Nomor-nomor yang terpampang? Mungkin dianggap coretan alam. Pohon yang baru saja dibabat? Seolah-olah sudah rebah sejak lama.
Logika dasar pun tersinggung. Publik ditanya kesabarannya, sementara yang disuguhkan adalah cerita yang sulit diterima akal sehat. Yang diharapkan sebenarnya sederhana: kejujuran. Bukan dongeng.
Artikel Terkait
Pedro Pascal: Dari Puncak Box Office ke Suara Lantang untuk Palestina
Kontroversi LISA UGM: Asisten Virtual yang Terlalu Jujur dan Nasibnya yang Terkatung
Mahasiswa ITS Sulap Jelantah Jadi Lilin Aromaterapi Bersama Murid SD
Dari Jari ke Parlemen: Kisah Doktor yang Menguak Politik Digital Gen Z