Mandi Jum'at: Wajib atau Sunnah? Menyimak Perbedaan Hadits
✍🏻 Ustadz Muhammad Abduh Negara
Dalam kitabnya, Imam asy-Syafi’i mencatat dua hadits yang sering jadi rujukan soal mandi Jum’at. Pertama, sabda Nabi: “Mandi hari Jum’at wajib atas setiap orang yang telah baligh.” Lalu ada juga riwayat lain yang berbunyi, “Siapa saja dari kalian yang bertemu hari Jum’at, dia diperintahkan untuk mandi.” Dua teks ini, kalau dibaca sekilas, terdengar sangat tegas.
Nah, di sinilah menariknya. Imam Syafi’i sendiri ternyata melihat ada dua kemungkinan makna di balik pernyataan-pernyataan itu.
Di satu sisi, zhahir atau makna lahiriahnya jelas: mandi Jum’at itu wajib. Titik. Kalau begitu, shalat Jum’at tanpa mandi sebelumnya bisa dianggap tidak sah. Tapi, ada sisi lain. Menurut beliau, bisa juga yang dimaksud bukan kewajiban mutlak, melainkan anjuran kuat semacam dorongan untuk berakhlak baik dan menjaga kebersihan tubuh saat berkumpul di masjid.
Jadi meski kata “wajib” dan bentuk perintah (amr) itu muncul, Imam asy-Syafi’i tak serta-merta memutuskannya. Beliau membuka ruang tafsir. Dan perlu dicatat, ketika beliau menyebut “zhahir”, itu sebenarnya mengisyaratkan bahwa kemungkinan pertama yakni hukum wajib punya pijakan yang kuat. Kecuali, tentu saja, ada indikasi lain yang menggesernya.
Lalu, adakah indikasi itu? Ternyata ada. Imam asy-Syafi’i kemudian mengajukan beberapa riwayat lain yang jadi pertimbangan.
Ambil contoh kisah ‘Utsman bin ‘Affan. Suatu Jum’at, ‘Umar bin al-Khaththab yang sedang berkhutbah melihat ‘Utsman datang terlambat. ‘Umar pun menegur. ‘Utsman menjawab, dirinya sibuk di pasar, dan begitu dengar adzan, ia langsung bergegas ke masjid hanya sempat berwudhu.
Artikel Terkait
Sumpah Jabatan Hanya Jadi Ritual, Amanah Tergerus Kepentingan
Reformasi Polri Mandek, Anshor Soroti Cengkeraman Politik
Rob Mengganas di Jakarta Utara, Gubernur Pantau Penurunan Air
Ulil Abshar Abdalla dan Gaya Debat yang Tak Pernah Keliru