Bagi mereka, krisis ini bukan datang tiba-tiba. Ini akumulasi dari tata kelola jam’iyyah yang sudah melenceng jauh dari relnya. Sejak awal, mereka sudah mengingatkan soal banyak hal.
Kesimpulannya, krisis ini adalah kesalahan kolektif. Kepemimpinan PBNU dianggap telah kehilangan “Ruhul Khidmah”, jiwa pengabdian yang seharusnya menjadi napas organisasi.
Meski begitu, mereka menghargai langkah Syuriyah yang berencana menggelar Pleno untuk menunjuk Penjabat Ketua Umum. Tugasnya nanti menyiapkan Muktamar ke-35 NU, yang diagendakan awal 2026.
Tapi ada catatan. Kalau Rapat Pleno itu nanti gagal menghasilkan keputusan yang tepat, mereka punya rekomendasi lain. Penyelesaiannya harus kolektif, melibatkan pemilik mandat sebenarnya: PWNU, PCNU, dan PCINU. Mereka harus mendesak PBNU agar segera menggelar Muktamar dipercepat atau Muktamar Luar Biasa.
Di tengah semua ini, ajakan untuk menjaga ukhuwah nahdliyah dan etika bermedia terus digaungkan. Juga tak lupa, seruan untuk memperbanyak taqarrub kepada Allah SWT, memohon jalan keluar terbaik: Islah yang konstitusional melalui Muktamar.
Artikel Terkait
Trump Klaim Nobel Perdamaian di Tengah Upaya AS-Rusia Bahas Gencatan Senjata Ukraina
Di Tengah Kerumunan Monas, Habib Rizieq Serukan Revolusi Akhlak dan Kritik Penanganan Bencana
Netanyahu Buka Peluang Kesepakatan dengan Suriah, Usulkan Zona Demiliterisasi
Tukang Sapu Asal China di Morowali Digaji Rp18 Juta Sebulan, Ternyata Ini Alasannya