Di tengah Rapimnas Kadin 2025 yang berlangsung di Park Hyatt Jakarta, Senin lalu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyuarakan amarahnya dengan nada yang blak-blakan. Soal thrifting atau tren baju bekas? Bukan itu poin utamanya. Yang ia soroti adalah gelombang pakaian bekas impor yang masuk secara ilegal, merusak pasar dan menggerus industri lokal.
"Gue enggak peduli thrifting," tegasnya tanpa basa-basi. "Pokoknya baju bekas ilegal masuk, kita tutup."
Pernyataan itu sekaligus jadi penegasan komitmen pemerintah untuk memberantas praktik penyelundupan tersebut. Menurut Purbaya, negara tak boleh lagi memberi celah bagi barang selundupan yang jelas-jelas merugikan pengusaha dalam negeri.
Namun begitu, ada pesan lain yang ia sampaikan. Setelah penindakan terhadap barang ilegal diperketat, giliran pelaku usaha lokal untuk menunjukkan komitmen mereka. "Tapi kalau sukses, jangan lupa bayar pajak, kan sama-sama senang," ujar Purbaya sambil menyentil soal kewajiban itu. Baginya, perlindungan pasar domestik dan kepatuhan fiscal harus berjalan beriringan.
Logikanya sederhana. Jika permintaan dalam negeri justru dikuasai produk asing ilegal, lalu apa untungnya bagi perekonomian kita? "Yang untung ya pengusaha asing," jelasnya. Itulah mengapa langkah menjaga perbatasan dari barang-barang selundupan ia anggap sebagai keharusan. Dengan pasar yang lebih bersih, pelaku usaha lokal punya ruang lebih luas untuk bernapas dan berkembang.
Purbaya lantas melebarkan pandangannya. Ia melihat sektor swasta punya peran sentral dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke depan. Untuk menggambarkannya, ia membandingkan dua era kepemimpinan sebelumnya.
Artikel Terkait
Peta Konsesi Prabowo dan Jejak Banjir Bandang di Aceh
Demo Sopir Mikrolet Bikin Bus Trans Manado Mogok Total
Ekskavator Berjibaku, Akses ke Aceh Tamiang Diharapkan Pulih Total Besok
Banjir Sumatera dan Polemik di Balik Perusahaan yang Dituding Jadi Biang Kerok