Proses hukumnya, menurut pernyataan resmi, melalui beberapa tahap. Ada peninjauan dari tiga level pengadilan berbeda sebelum akhirnya mendapat lampu hijau dari pemimpin tertinggi Taliban, Hibatullah Akhundzada. Uniknya, keluarga korban sempat diberi pilihan untuk memaafkan. Tapi mereka menolak.
"Keluarga korban ditawari amnesti dan perdamaian, tetapi mereka menolak," begitu bunyi pernyataan Mahkamah Agung.
Eksekusinya sendiri berlangsung cepat dan brutal. Pelaku ditembak tiga kali. Dan yang menarik, penembaknya justru kerabat dari korban yang dibunuhnya. Sebuah bentuk keadilan yang, bagi mereka, harus disaksikan langsung oleh masyarakat. Bagi dunia luar, ini adalah langkah mundur. Bagi Taliban, mungkin ini sekadar penegasan atas versi hukum yang mereka yakini.
Artikel Terkait
Gelombang Warga Israel Berebut Paspor Portugal, Antrean Mengular di Tel Aviv
Korban Tewas Bencana Sumatera Tembus 753, 526 Masih Hilang
Ricuh di Jimbaran, Sopir Mabuk Babak Belur Usai Serang Warga
Wajah Mirip Gibran-Bahlil Banjiri Linimasa, Warganet: Jangan Tiru Kelakuannya!