"Tidak boleh ada republik di dalam republik," ucap Sjafrie kala itu. Kalimat itulah yang kemudian terus bergaung.
Bandara IMIP sendiri statusnya adalah bandara khusus milik swasta. Aturannya memang berbeda dengan bandara umum, terutama soal izin penerbangan, bea cukai, dan imigrasi. Masalahnya sempat mengemuka ketika bandara ini mendapatkan izin internasional lewat Kepmenhub KM 38/2025 di Agustus 2025. Namun izin itu kemudian dicabut hanya dua bulan setelahnya, tepatnya pada Oktober 2025, melalui KM 55/2025.
Artinya, sejak Oktober, Bandara IMIP kembali berstatus bandara domestik. Tapi pernyataan Sjafrie di November kemudian menyulut kembali perdebatan.
Luhut menegaskan, sejak awal bandara tersebut hanya ditujukan untuk penerbangan domestik. Karena itu, menurut aturan, memang tidak diperlukan kehadiran bea cukai atau imigrasi di sana.
"Tidak pernah kami pada saat itu mengizinkan bandara di Morowali atau Weda Bay menjadi bandara internasional," tegasnya.
Dia juga membantah keras isu bahwa izin itu dikeluarkan secara sepihak oleh Presiden Jokowi. "Saya tegaskan bahwa koordinasi penuh dijalankan oleh saya," ujar Luhut.
Purnawirawan jenderal bintang empat ini bahkan membuka diri untuk berdiskusi lebih lanjut dengan siapa pun yang memerlukan kejelasan. Soal pilihan mitra investornya pun dia punya alasan.
"Saya membuka pintu bagi siapa pun untuk berdiskusi dengan membawa data. Sekali lagi saya tegaskan Indonesia tidak berpihak pada Tiongkok atau Amerika," terangnya.
"Kita berpihak pada kepentingan Indonesia. Namun, faktanya saat itu Tiongkok adalah satu-satunya negara yang siap memenuhi syarat-syarat dari Pemerintah Indonesia," pungkas Luhut menutup pembelaannya.
Artikel Terkait
Taliban Tembak Mati Pembunuh Hamil di Hadapan Publik
Setelah 21 Tahun Hilang, PMI Korban Penyekapan Masih Tertahan di Malaysia
Supermoon Picu Ancaman Banjir Rob di Pesisir Lampung, Warga Diminta Siaga
Jembatan Ambrol, Warga Tapanuli Tengah Bangun Akses Darurat di Tengah Banjir