MUI dan Polemik Nikah Siri: Antara Fatwa dan Kemaslahatan

- Selasa, 02 Desember 2025 | 11:20 WIB
MUI dan Polemik Nikah Siri: Antara Fatwa dan Kemaslahatan

MUI Benar-Benar Mengharamkan Nikah Siri?

✍🏻 Ustadz Muhammad Abduh Negara

Mari kita luruskan dulu. Sampai saat ini, saya sendiri belum melihat teks fatwa resmi dari Majelis Ulama Indonesia yang secara gamblang menyatakan: "nikah siri itu haram." Yang beredar luas di berbagai portal berita cuma kutipan pernyataan dari Kiyai Cholil Nafis, yang memang mewakili MUI. Tapi itu bukan fatwa tertulis yang diputuskan dalam forum resmi.

Lalu ada yang merujuk Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2008. Di sana pun bahasanya tidak mutlak. Intinya, haram jika ada madharrat atau kemudaratan. Jadi keharamannya digantungkan pada kondisi tertentu, tidak serta-merta dijatuhkan untuk semua kasus.

Nah, di sinilah pentingnya kita bedakan istilah. "Nikah siri" yang kita kenal sehari-hari di Indonesia ternyata beda maknanya dengan "nikah siri" (نكاح السر) dalam kitab-kitab fiqih klasik. Menurut ulama terdahulu, nikah siri itu artinya akad nikah yang dilakukan tanpa kehadiran saksi. Model seperti inilah yang tidak sah menurut mayoritas ahli fiqih.

Sementara yang ramai diperbincangkan di sini adalah pernikahan yang syarat dan rukunnya sudah terpenuhi secara agama, cuma satu masalah: tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Jadi, negara tidak punya rekamannya.

Kalau Anda pernah baca tulisan lama saya, saya sudah pernah bilang. Seandainya pun nanti nikah siri model begini difatwakan haram, ya itu hal yang wajar-wajar saja. Kenapa?

Sederhananya, ketika sebuah pernikahan tidak punya bukti hukum, potensi masalahnya jadi menumpuk. Apalagi kalau nikah siri itu dipakai untuk poligami yang memang sering jadi alasannya. Mudaratnya bisa panjang.


Halaman:

Komentar