Bayangkan saja. Istri dan anak yang lahir dari pernikahan seperti ini akan kesulitan punya dokumen resmi. Akta kelahiran? Sulit. Kartu keluarga yang mencantumkan mereka? Nyaris mustahil. Status mereka di mata hukum jadi sangat rentan.
Kalau si suami berhenti menafkahi, istri tidak bisa menuntut karena hubungan pernikahan sulit dibuktikan. Lebih parah lagi, ketika suami meninggal, pembagian warisan bisa kacau. Harta mungkin hanya akan jatuh ke istri pertama dan anak-anak yang statusnya jelas di atas kertas. Yang lain? Bisa kehilangan hak.
Di sisi lain, perlu diingat, negara ini sebenarnya tidak melarang poligami. Hanya saja, ada syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi agar pernikahan kedua atau ketiga itu diakui secara hukum. Anda boleh saja tidak suka dengan aturan itu, tapi faktanya poligami masih legal. Kalau memang ingin, ya seharusnya diurus sampai tuntas. Agar tercatat, agar jelas.
Lalu, timbul pertanyaan kritis: apakah memfatwakan haramnya nikah siri seperti ini sama dengan mengganti hukum Allah? Seperti yang saya lihat di beberapa unggahan media sosial, ada yang bilang ini kekufuran, atau minimal dosa besar.
Jawabannya tegas: tidak. Sama sekali tidak.
Bagi yang punya nalar fiqih sedikit saja, pasti paham. Fatwa semacam ini justru lahir untuk menjaga ruh dan tujuan syariat itu sendiri: melindungi manusia dari kemudaratan dan kezaliman. Ini bukan menentang nash, melainkan menjalankan prinsip sadd adz-dzari'ah (menutup jalan menuju kerusakan).
Jadi, kalau pun suatu saat MUI benar-benar mengeluarkan fatwa resmi yang mengharamkan nikah siri karena pertimbangan kemaslahatan dan mencegah madharat saya pribadi mendukung. Tapi sekali lagi, sejauh ini, fatwa resmi seperti itu belum saya temukan. Wallahu a'lam.
Artikel Terkait
Prabowo Ambil Komando Penuh, Korban Banjir Bandang Sumatera Tembus 631 Jiwa
Gembong Narkoba Dewi Astutik Ditangkap di Sihanoukville, Segera Diekstradisi
Pemerintah Siapkan Huntara dan Huntap untuk Korban Bencana Aceh-Sumatera
12 Jam Live, Rp9,7 Miliar Tergalang: Aksi Solidaritas Ferry Irwandi untuk Korban Banjir Sumatera