Malam di TPU Jatisari dan Misteri Kematian Dosen yang Selalu Bilang Hukum Pidana Itu Asyik

- Selasa, 02 Desember 2025 | 07:30 WIB
Malam di TPU Jatisari dan Misteri Kematian Dosen yang Selalu Bilang Hukum Pidana Itu Asyik

Raymond mengaku baru tahu Levi punya penyakit. Selama di kampus, dosennya itu selalu terlihat sehat, bahkan rajin minum jamu. "Wong di sini suka minta tolong ke penjual kantin, 'Godokke iki'. Minuman herbal gitu," kenangnya.

Kebiasaan minum jamu itu juga dikonfirmasi Edi Pranoto, sesama dosen di Untag. Menurut cerita rekan-rekan, Levi sedang diet tertentu. Tapi Edi ingat, Levi pernah beberapa kali izin pulang cepat karena kurang enak badan. Beredar kabar kondisi kesehatannya sebenarnya cukup mengkhawatirkan: gula darah pernah mencapai 600, tekanan darah di angka 190. "Yang saya kaget, saat gula darahnya 600, beliau santai saja. Ning kantin yo mangan biasa," tutur Edi.

Data rekam medis yang dirilis polisi mengonfirmasi hal itu. Gula darah Levi memang sangat tinggi. Menariknya, sehari sebelum meninggal, dia sempat tes kesehatan di RS Telogorejo dan diinfus. Setelah keluar, rumah sakit mencoba menelepon untuk memintanya rawat inap karena hasil tes yang buruk. Sayang, telepon itu tak diangkat.

Santun Hingga ke Ujung Jari

Kenangan manis tentang Levi tak cuma dari kampus. Zainal Petir, pengacara keluarga, bercerita Levi adalah anak yang penurut dan dididik dengan baik. Sampai lulus S2 pun, dia selalu diantar-jemput ayahnya, tak pernah naik motor sendiri. "Karena dianggap manut," kata Zainal.

Prestasinya cemerlang. Lulus S2, lanjut doktoral. Tapi kecerdasan itu tak membuatnya sombong. Di kampus, dia dikenal sumeh, komunikatif, dan sangat menghormati senior. "Itu mungkin didikan orang tuanya," tambah Zainal.

Edi Pranoto membenarkan. Setiap ketemu rekan yang lebih senior, Levi selalu menyalami, bahkan mencium tangan. "Doktor Levi itu orang yang santun. Nek ketemu saya, salim, cium tangan. Diletakkan di kening atau pipinya. Sungguh santun," kenang Edi dengan nada haru.

Dengan kinerja dan konsistensinya menjalankan Tri Dharma, masa depannya sangat cerah. "Dia potensial jadi Guru Besar dalam waktu tidak lama," ujar Edi. Selain mengajar, Levi aktif jadi pembicara, bahkan pernah diundang ke Universitas Indonesia sebagai narasumber. "Bayangkan, dosen swasta dari Semarang bisa berbicara di pusatnya perguruan tinggi Indonesia. Luar biasa. Kami sangat kehilangan."

Kini, harapan keluarga dan mahasiswa tertumpu pada proses hukum. Zainal Petir berharap penyelidikan berjalan transparan. "Ungkap kematian ini secara terbuka, jujur. Kapolda harus mengawal karena yang disidik ini kan AKBP. Supaya prosesnya tidak kaku, tidak pakewuh," pintanya.

Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, menegaskan penyidik akan bekerja profesional, kredibel, dan akuntabel. Mereka meminta masyarakat bersabar. Saat ini, Polda masih berkonsultasi dengan dokter forensik, ahli patologi anatomi, dan toksikologi forensik. "Ketiga ahli itu nanti yang akan menyimpulkan penyebab kematian saudari D," tutup Artanto.


Halaman:

Komentar