Ketika Informasi Mengalir Deras: Literasi dan Etika di Era Post-Truth
Gawai di genggaman kita terus-menerus membanjiri kita dengan informasi. Dalam hitungan detik, berita terbaru, opini, hingga isu-isu viral sudah sampai. Memang, kemudahan ini luar biasa. Tapi di balik itu, ada masalah yang mengintai: kualitas informasi yang justru menurun drastis.
Banyak kabar yang beredar tanpa melalui proses verifikasi sama sekali. Akibatnya, batas antara fakta dan opini jadi samar-samar. Masyarakat pun dengan mudahnya terjebak dalam kebohongan yang dibungkus rapi seolah kebenaran.
Di tengah situasi seperti ini, nilai-nilai budaya punya peran yang tak bisa dianggap remeh. Budaya bukan cuma sekadar simbol atau tradisi turun-temurun. Ia adalah fondasi moral yang membentuk sikap dan perilaku masyarakat. Kejujuran, keterbukaan terhadap realita, dan ketahanan terhadap provokasi adalah nilai-nilai yang makin krusial di tengah arus informasi yang begitu deras. Media sosial bergerak cepat, sering kali tanpa memberi kesempatan untuk bernapas, apalagi berefleksi.
Namun begitu, masalah literasi masih menjadi tantangan besar di negeri ini. Minat baca yang rendah membuat orang cenderung menelan informasi begitu saja, mentah-mentah. Ketika literasi melemah, kemampuan untuk mengecek sumber dan memahami konteks pun ikut merosot. Ini seperti bahan bakar bagi penyebaran hoaks. Kabar yang tidak benar lebih gampang dipercaya dan dibagikan tanpa pikir panjang.
Artikel Terkait
Prabowo Tinjau Langsung Dampak Siklon Senyar di Sumatera, Korban Jiwa Capai 442 Orang
Jembatan Nganjuk Ambruk Lagi, Dua Pengendara Tercebur ke Sungai
Jokowi Batal Penuhi Janji Tampilkan Ijazah di Sidang PN Solo
KPK Sita Senjata Api dalam Penggeledahan Kasus Bupati Ponorogo