Ketika Informasi Mengalir Deras: Literasi dan Etika di Era Post-Truth
Gawai di genggaman kita terus-menerus membanjiri kita dengan informasi. Dalam hitungan detik, berita terbaru, opini, hingga isu-isu viral sudah sampai. Memang, kemudahan ini luar biasa. Tapi di balik itu, ada masalah yang mengintai: kualitas informasi yang justru menurun drastis.
Banyak kabar yang beredar tanpa melalui proses verifikasi sama sekali. Akibatnya, batas antara fakta dan opini jadi samar-samar. Masyarakat pun dengan mudahnya terjebak dalam kebohongan yang dibungkus rapi seolah kebenaran.
Di tengah situasi seperti ini, nilai-nilai budaya punya peran yang tak bisa dianggap remeh. Budaya bukan cuma sekadar simbol atau tradisi turun-temurun. Ia adalah fondasi moral yang membentuk sikap dan perilaku masyarakat. Kejujuran, keterbukaan terhadap realita, dan ketahanan terhadap provokasi adalah nilai-nilai yang makin krusial di tengah arus informasi yang begitu deras. Media sosial bergerak cepat, sering kali tanpa memberi kesempatan untuk bernapas, apalagi berefleksi.
Namun begitu, masalah literasi masih menjadi tantangan besar di negeri ini. Minat baca yang rendah membuat orang cenderung menelan informasi begitu saja, mentah-mentah. Ketika literasi melemah, kemampuan untuk mengecek sumber dan memahami konteks pun ikut merosot. Ini seperti bahan bakar bagi penyebaran hoaks. Kabar yang tidak benar lebih gampang dipercaya dan dibagikan tanpa pikir panjang.
Artikel Terkait
Gudang RS Pengayoman Ludes Dilahap Si Jago Merah, 28 Pasien Selamat
Kiai Didin Soroti Rehabilitasi Ira Puspadewi: Fitnah Luar Biasa yang Berakhir dengan Keadilan
Gemuruh Pesawat Bantuan Prabowo Menembus Langit Aceh
Tragedi di Solo Grand Mal: Wanita Muda Tewas Usai Jatuh dari Lantai Parkir