Kasus Lapangan Terbang Morowali Hanya Kasus Kecil, Sutoyo Abadi: Di Wilayah Lainnya Akan Dibiarkan?
Mendengar pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin soal bandara di Morowali yang beroperasi tanpa perangkat negara, rasanya seperti deja vu. Bagi Sutoyo Abadi, hal ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Malah, ia melihatnya sebagai petunjuk nyata bagaimana negara seolah tunduk pada oligarki yang beroperasi layaknya "negara dalam negara".
Ambil saja UU Penerbangan No. 1 Tahun 2009. Aturan itu jelas-jelas menegaskan asas kedaulatan negara. Tapi di Morowali, aturan itu seperti tak berlaku. Oligarki sudah terbiasa melanggar. Bahkan prosedur CIQ Customs, Immigration, Quarantine yang seharusnya menjadi penjaga kedaulatan di perbatasan, diabaikan begitu saja. Ketiadaan perangkat negara di sana menunjukkan betapa wibawa hukum bisa dinetralkan di tempat yang justru seharusnya diawasi ketat.
"Pernyataan Syafrie Syamsuddin adanya bandara di Morowali tanpa perangkat negara, sebagai petunjuk negara seolah tunduk pada kehendak oligarki yang beroperasi sebagai negara di dalam negara, bukan informasi yang mengejutkan," kata Sutoyo Abadi kepada media, 26/11/2025.
Lalu ia mengingatkan lagi soal masa pandemi Covid-19 dulu. "Bukankah pada saat ada wabah covid, TKA ilegal etnis Cina masuk lewat pelabuhan kecil untuk menghindari pemeriksaan aparat terkait, semua masuk tanpa hambatan. Mustahil tidak diketahui pemerintah rezim Jokowi," sambungnya.
Artikel Terkait
Bandara Morowali: Kedaulatan yang Hilang di Balik Kawasan Industri
Sumut Garap Sumber Dana Baru, Antisipasi Penyusutan Anggaran Rp4,7 Triliun
Upacara Tabur Bunga Polairud di Bitung, Penghormatan untuk Pahlawan Laut
Tudingan Pemerasan di Medsos Seret Nama Kabid Propam Polda Sumut