KPK Gagal Lagi, Tersandung Hak Prerogatif Istana

- Rabu, 26 November 2025 | 05:20 WIB
KPK Gagal Lagi, Tersandung Hak Prerogatif Istana

Memang, secara hukum wewenang presiden itu sah. Semua ada aturannya. Tapi jujur saja, rasanya seperti ada dua jenis hukum yang berlaku. Ada hukum untuk KPK dan rakyat biasa, dan ada hukum lain semacam hukum astral yang cuma bisa diakses presiden. KPK main di lapangan, sementara presiden main di atas awan.

Alhasil, muncullah teori konspirasi ala warung kopi. "KPK cuma bintang tamu di reality show, yang punya kuasa tetap presiden." Seakan-akan negara punya dua pintu: satu untuk rakyat jelata, satu lagi pintu belakang buat mereka yang dekat dengan kekuasaan. Dulu orang takut sama KPK. Sekarang? Mungkin pada mikir, "Yang penting punya koneksi. Hukum bisa diatur belakangan."

Ini yang bikin gregetan. Di satu sisi, rakyat diminta taat hukum, percaya sama sistem. Tapi di sisi lain, kita lihat sendiri di panggung negara: hukum ternyata lentur sekali. Bisa ditarik ulur kayak karet. Tegang atau kendur, tergantung siapa yang pegang.

Jadi, kalau ada pejabat bawa koper duit haram, mungkin dia jalan aja dengan pede sambil berkata dalam hati, "Tenang, nanti kalau ketahuan, pasti ada jalur aman." KPK tetap kerja sih, tetap kejar, tetap tahan orang. Tapi ujung-ujungnya mereka kayak petugas parkir: urusin mobil masuk, tapi kuncinya dipegang orang lain.

Begitulah kira-kira keadaan kita sekarang. Hukum jalan di tempat, sementara di balik layar ada orkestrasi yang rapi: yang ini direhabilitasi, yang itu diabolisi, yang lain diamnesti. KPK jadi aktor di panggung, sementara presiden pegang remote control-nya.

Pelajaran buat kita semua? Kalau mau selamat dari jerat hukum, jangan cuma andalin hakim. Perbanyaklah koneksi politik. Sebab di negeri ini, vonis pengadilan bukan akhir cerita. Itu cuma persinggahan sebentar, sebelum keputusan terambil dari istana.

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar


Halaman:

Komentar