Bagi banyak lulusan SMA di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, masa setelah kelulusan seharusnya menjadi momen penuh semangat. Penuh rencana dan optimisme. Tapi kenyataan di perkotaan justru memperlihatkan gambaran yang berbeda sama sekali.
Anak-anak muda sekarang dihadapkan pada pertanyaan yang jauh lebih pelik daripada soal ujian akhir sekolah. Mana yang lebih baik: kuliah penuh waktu atau bekerja sambil kuliah?
Kegalauan Baru Generasi Lulusan SMA
Banyak lulusan SMA sebenarnya ingin kuliah penuh waktu. Mereka ingin menikmati kehidupan kampus seperti yang sering mereka lihat di media sosial. Ada lingkungan akademik yang menantang, organisasi kampus, pertemanan baru, plus kesempatan mengeksplorasi minat dan bakat. Tapi di saat bersamaan, mereka juga sadar bahwa kuliah penuh waktu bukan cuma soal cita-cita. Ini juga soal biaya yang tidak kecil.
Uang semester, transportasi, buku, dan kebutuhan harian – semuanya perlu dipikirkan matang-matang. Realitanya, banyak keluarga di kota besar harus berjuang keras sekadar untuk menyambung hidup. Dalam kondisi seperti ini, pendidikan tinggi kadang malah dianggap sebagai beban tambahan.
Di sisi lain, memutuskan bekerja langsung setelah SMA juga tidak sepenuhnya ideal. Meski bisa membantu ekonomi keluarga, mereka terus dihantui pertanyaan: apakah tanpa kuliah karier mereka bisa benar-benar cerah? Persaingan kerja yang semakin ketat membuat pendidikan tinggi kini hampir menjadi kebutuhan mutlak untuk peningkatan karir di masa depan.
Tak Hanya Tentang Ekonomi
Yang menarik, dilema antara kuliah atau bekerja ini ternyata bukan cuma dialami mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Bahkan anak-anak dari keluarga berkecukupan pun punya ketakutan tersendiri. Kalau cuma kuliah saja, mereka tidak punya pengalaman kerja – sesuatu yang sekarang sangat dihargai perusahaan.
Banyak lulusan SMA dari keluarga mampu mengaku khawatir melihat teman-temannya yang bekerja lebih dulu. Mereka lebih cepat menguasai soft skills, membangun relasi, mendapat pengalaman lapangan, dan memahami ritme dunia kerja yang sesungguhnya.
Sebaliknya, bagi yang memilih langsung bekerja dan menunda kuliah, ada kekhawatiran lain yang menghantui. Tanpa gelar pendidikan tinggi, karier mereka dikhawatirkan akan mentok. Kenaikan jabatan jadi lebih sulit, peluang promosi terbatas, dan posisi mereka rentan tergeser dalam dunia kerja yang semakin kompetitif.
Inilah wajah baru kegelisahan lulusan SMA di Jakarta dan kota besar lainnya. Bukan cuma soal ekonomi, tapi lebih dalam lagi: soal masa depan, relevansi diri, dan identitas profesional. Keresahan ini makin nyata ketika melihat data BPS per Agustus 2025: sekitar 7.46 juta orang menganggur di seluruh Indonesia, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka mencapai 4,85%.
Fenomena Baru: Kuliah Sambil Kerja Jadi Tren
Jakarta adalah kota yang menuntut kecepatan, keterampilan, dan kemampuan adaptasi tinggi. Makanya tidak heran kalau banyak lulusan SMA mulai melirik opsi kuliah sambil kerja. Mereka ingin bekerja untuk menopang keluarga, tapi tetap kuliah agar tidak tertinggal dalam persaingan.
Tapi pilihan ini jelas tidak mudah. Banyak kampus masih menuntut kehadiran tatap muka, jadwal padat, dan tugas-tugas yang sulit diselesaikan oleh mahasiswa yang jam kerjanya tidak menentu. Di sinilah kegalauan itu makin menjadi-jadi. Keinginan ada, kemampuan ada, tapi waktu yang tidak memungkinkan.
Jakarta dengan segala dinamikanya sering membuat hal-hal sederhana jadi rumit. Macet bikin waktu terbuang percuma, tenaga terkuras, dan mimpi tergantung tanpa kejelasan.
Artikel Terkait
Rekan Tega Bunuh Danu di Bawah Jembatan Tol, Motif Diduga Pencurian
Mahfud MD Sindir PBNU yang Ribut Soal Tambang: Kita Malu!
Mobil Ugal-ugalan Tabrak Dua Motor Parkir di Warung Mampang
Mindfulness: Kunci Tenangkan Emosi dan Tingkatkan Kesehatan Otak