Sembilan Data Ijazah Jokowi Dihitamkan KPU, Bonatua Silalahi Gugat ke KIP

- Selasa, 25 November 2025 | 08:50 WIB
Sembilan Data Ijazah Jokowi Dihitamkan KPU, Bonatua Silalahi Gugat ke KIP

Majelis Sidang tak serta merta menerima alasan itu. Mereka memerintahkan KPU untuk melakukan uji konsekuensi atas informasi yang dihitamkan. Tenggat waktunya satu minggu.

Lantas, bagaimana awal mula sengketa ini? Semua berawal dari permohonan informasi yang diajukan Bonatua kepada KPU pada 3 Agustus 2025. Saat itu, ia meminta tiga dokumen: salinan ijazah Jokowi untuk Pilpres 2014–2019, salinan ijazah untuk Pilpres 2019–2024, serta berita acara penerimaan dokumen pencalonan jika ada.

Tanggapan KPU datang pada 2 Oktober 2025. Mereka hanya menyerahkan sebagian dokumen, yaitu salinan ijazah untuk Pilpres 2019, berkas penelitian dokumen perbaikan syarat pencalonan, dan dokumen penetapan pasangan calon peserta Pilpres 2019. Bonatua merasa ini tidak memadai. Ia pun mengajukan sengketa ke KIP pada 15 Oktober 2025.

Siapa sebenarnya Bonatua Silalahi?

Ia dikenal sebagai akademisi dan pengamat kebijakan publik yang vokal menyuarakan transparansi dan akuntabilitas. Latar belakang pendidikannya kuat, meraih gelar doktor dengan fokus pada ekonomi dan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Keahliannya di bidang procurement membuatnya menjadi anggota Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI). Ia bahkan mendirikan lembaga konsultasinya sendiri, PT. Konsultan Kebijakan Publik, yang banyak memberi advis terkait Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Di luar urusan kebijakan, Bonatua juga seorang intelektual yang aktif. Ia menulis buku "Kerajaan Batak sejak 1511: Geopolitik dan Perubahannya", sebuah upaya memperkuat identitas budaya. Karya akademiknya tentang analisis implementasi kebijakan pengadaan pemerintah bahkan diterbitkan oleh penerbit internasional.

Namanya kerap muncul dalam isu-isu nasional yang kritis. Pada 2025, bersama Roy Suryo, ia berhasil mendapatkan salinan resmi ijazah Jokowi dari KPU setelah sebelumnya mempertanyakan transparansi sejumlah lembaga. Tak hanya itu, ia juga mengajukan judicial review atas Undang-Undang Provinsi Sumatera Utara, dengan alasan pelestarian warisan budaya Batak dan kepastian hukum batas wilayah.

Sidang lanjutan nanti akan menentukan nasib sembilan informasi yang masih gelap itu. Apakah benar termasuk data pribadi yang boleh ditutup, atau justru informasi publik yang wajib dibuka.


Halaman:

Komentar