Oleh: Dr. Hairul Anuar
Semalam, di sesi malam yang tenang, syeikh menyampaikan satu hal yang bikin kami terdiam cukup lama. Ia bicara tentang hakikat beriman pada yang ghaib.
Bukan cuma teori. Bukan sekadar istilah kaku di dalam kitab. Ini soal dasar ketakwaan. Seorang mukmin harusnya melihat dunia bukan cuma pakai akal, tapi dengan keimanan yang yakin—bahwa di balik semua yang tampak, ada tangan Allah yang terus mengatur.
Di sinilah letak bedanya cara pandang orang beriman dan yang tidak. Mereka yang percaya pada yang ghaib punya sudut pandang lain dalam membaca setiap peristiwa.
Syeikh mengingatkan, alam ini bergerak sesuai aturan-Nya. Ada ilmu yang Allah izinkan kita temukan lewat hukum fisika, logika strategi, atau penemuan medis. Tapi, ada juga wilayah ghaib yang Allah simpan rapat-rapat. Rahasia yang tak bisa dicapai akal atau alat secanggih apapun.
Itu semacam "fail simpanan" khusus milik Allah. Tempat tersimpannya rahasia kemenangan, perlindungan, dan segala yang membedakan antara ikhtiar manusia dan keputusan akhir dari langit.
Lalu, bagaimana kita menempatkan keimanan kepada yang ghaib dalam medan perjuangan menegakkan syariat Allah?
Kita boleh berusaha, belajar, dan merancang. Pejuang bisa hitung jarak, siapkan senjata, atur strategi, lakukan semua yang manusiawi. Tapi akhirnya, semuanya terjadi hanya dengan izin Allah. Roket yang tepat sasaran? Itu karena Allah mengizinkan. Kemenangan? Bukan karena formula atau usaha semata, tapi karena anugerah-Nya.
Itulah ketetapan Allah. Titik temu antara ikhtiar hamba dan kehendak Ilahi.
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ
"Bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah lah yang melempar."
Dua tahun di Gaza telah membongkar realitas ini. Secara logika, Gaza yang cuma sebesar setengah Perlis seharusnya hancur dalam hitungan hari. Tapi dengan semua persenjataan AS dan Barat, Israel ternyata gagal.
Ambil contoh Beit Hanoun. Sebuah kota kecil di utara Gaza, dekat pagar pemisah Israel. Sekarang cuma tinggal puing. Reruntuhan dan debu.
Tapi laporan dari pihak Amerika dan Israel sendiri masih mengakui: para pejuanɡnya masih ada. Bahkan tentara Zionis segan masuk. Seolah ada yang menakutkan di sana.
Kota ini dapat serangan paling awal dan paling berat. Bom, peluru, artileri—semua dihujani. Puluhan kali percobaan pencerobohan darat dilakukan. Sampai tahun pertama usai, Zionis masih gagal tembus ke pusat kota. Awal tahun kedua, mereka sempat masuk beberapa bagian. Tapi setiap masuk, selalu dipukul mundur dengan cepat. Serangan baliknya tepat, senyap, seolah pejuang muncul dari celah bumi.
Artikel Terkait
Duka di Balik Reruntuhan: SD Supiturang Lenyap Diterjang Awan Panas Semeru
Kakek 62 Tahun Diamankan Usai Perlihatkan Kemaluan ke Pelari di Bendungan Hilir
Kratom Kalbar Menuju Panggung Dunia, DPR Godok Regulasi Strategis
Maluku: Mata Raksasa Intelijen di Jalur Strategis Indo-Pasifik