Di lapangan, situasinya memang kerap timpang. Partai politik kadang memberhentikan anggota DPR dengan alasan yang kurang jelas, tanpa memedulikan prinsip kedaulatan rakyat. Sebaliknya, ketika konstituen merasa wakilnya tak lagi mewakili aspirasi mereka, partai justru mempertahankan. Rakyat seolah hanya jadi mesin pencoblos, lalu dilupakan.
Akibatnya, kata mereka, kontrol rakyat terhadap wakilnya mandek. Setelah pemilu usai, tidak ada lagi daya tawar. Rakyat tak bisa memastikan apakah wakilnya masih memperjuangkan kepentingan mereka atau malah asyik dengan agenda lain. Inilah yang dirasakan sebagai kerugian konstitusional—spesifik, aktual, atau setidaknya berpotensi merugikan.
Maka, pemohon menilai pasal itu bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, partisipasi aktif, dan kesetaraan di depan hukum yang dijamin konstitusi. Ikhsan menegaskan, “Kami tidak ingin ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR.” Sebuah pernyataan yang sarat keprihatinan, sekaligus harapan akan perbaikan sistem.
Artikel Terkait
25 Demonstran Dihadiahi Dakwaan JPU Usai Ricuh Gedung DPR
Polisi Sita Ruko dan Rp 4,45 Miliar USDT dari Pelaku Pembobol Markets.com
Pria di Gowa Diringkus Usai Paksa Mantan Selingkuhan Bayar Rp 100 Juta dengan Ancaman Video Syur
Kasus Google Cloud Kemendikbudristek Beralih ke Kejagung, Pelaku Diduga Sama dengan Korupsi Chromebook