Kesepian Global: 100 Kematian per Jam & Solusi Krisis Sosial Menurut Zygmunt Bauman

- Minggu, 16 November 2025 | 09:06 WIB
Kesepian Global: 100 Kematian per Jam & Solusi Krisis Sosial Menurut Zygmunt Bauman

Kesepian Global: Mengurai Krisis Kemanusiaan di Era Modern

Laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2025 mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan: terjadi 100 kematian setiap jam yang disebabkan oleh kesepian. Ini berarti, satu nyawa melayang setiap 36 detik, dengan total korban lebih dari 871.000 jiwa per tahun.

Statistik ini bukan hanya angka, melainkan gambaran nyata dari sebuah paradoks modern. Di era di mana konektivitas digital menjamur, justru semakin banyak individu yang merasakan keterasingan mendalam. Kesepian telah berkembang dari sekadar perasaan sedih menjadi ancaman serius bagi kesehatan fisik dan sosial masyarakat global.

Masyarakat Terfragmentasi: Konsep Zygmunt Bauman

Fenomena ini mengarah pada kondisi yang oleh sosiolog Zygmunt Bauman disebut sebagai masyarakat terfragmentasi. Masyarakat ini mengalami ketercerai-beraian secara moral, sosial, dan emosional, yang menjadi akar dari permasalahan kesepian modern.

Hidup dalam Potongan-Potongan Kehidupan

Dalam bukunya yang berjudul "Life in Fragments: Essays in Postmodern Morality" (1995), Bauman menggambarkan manusia modern sebagai entitas yang hidup dalam fragmen-fragmen terpisah. Setiap aspek kehidupan—seperti pekerjaan, keluarga, dan keyakinan—dijalani tanpa adanya narasi moral yang menyatukannya.

Akibatnya, moralitas menjadi bersifat pribadi dan sementara. Setiap individu menentukan standar baik dan buruknya sendiri tanpa referensi universal yang mengikat. Bauman menyebut kondisi ini sebagai privatisasi moralitas, di mana tanggung jawab etis beralih dari urusan bersama menjadi beban pribadi.

Modernitas Cair dan Melemahnya Ikatan Sosial

Konsep "Liquid Modernity" yang diperkenalkan Bauman pada tahun 2000 memperluas analisisnya. Jika sebelumnya ia membahas fragmentasi moral, dalam karya ini Bauman menyoroti mencairnya struktur sosial dan politik.

Ikatan sosial yang dahulu kuat—seperti komunitas, keluarga, dan institusi agama—kini menjadi rapuh dan cair. Manusia modern mengalami kebebasan untuk memilih, namun di saat yang sama kehilangan arah moral dan sosial. Hubungan antarmanusia menjadi seperti komoditas yang mudah terhubung, namun juga mudah terputus.

Dampak Fragmentasi Sosial di Indonesia

Gejala fragmentasi sosial terlihat jelas dalam konteks masyarakat Indonesia. Polarisasi politik, konflik identitas, dan menurunnya kepercayaan sosial menjadi tantangan sehari-hari. Ruang digital yang seharusnya memfasilitasi komunikasi, justru sering berubah menjadi arena perpecahan.


Halaman:

Komentar