Pengamat: Jokowi dan Keluarga Panik Ditinggalkan Kawan dan Kena Kasus Bertubi-Tubi!

- Jumat, 18 Juli 2025 | 14:15 WIB
Pengamat: Jokowi dan Keluarga Panik Ditinggalkan Kawan dan Kena Kasus Bertubi-Tubi!




MURIANETWORK.COM - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai mantan Presiden Jokowi kini tengah panik.


Dia mengatakan, kepanikan tersebut tampak jelas dari pernyataan Jokowi sendiri yang mengklaim ada agenda politik besar di balik serangkaian isu terkait dirinya dan keluarga.


Ray, yang juga pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) mengatakan, pernyataan Jokowi sebagai cerminan dari situasi yang tidak menentu.


Menurutnya, serangan bertubi-tubi telah menciptakan tekanan yang signifikan.


"Ada kepanikan di keluarga Jokowi. Panik karena serangan yang ada seperti gelombang, belum selesai satu, sudah muncul yang lain," kata Ray, Jumat (18/7/2025).


Analisis Ray menyebutkan setidaknya ada empat badai isu besar yang secara simultan membayangi Jokowi dan keluarganya.


Isu-isu ini bergerak di antara ranah hukum dan politik, menciptakan tekanan dari berbagai arah. Keempat isu tersebut mencakup:


1. Tuduhan Ijazah Palsu: Isu lama yang kembali mengemuka dan menyasar validitas riwayat pendidikan Jokowi.


2. Wacana Pemakzulan Gibran: Upaya menggulirkan wacana pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.


3. Kasus Korupsi di Sumut: Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Sumatera Utara yang dikait-kaitkan dengan Gubernur Bobby Nasution, menantu Jokowi.


4. Proses Hukum Mantan Pembantu: Sejumlah mantan menteri dan pejabat di kabinet Jokowi yang kini berhadapan dengan proses hukum.


"Bayangkan saja, isu yang menerpa Jokowi dan keluarga adalah persoalan hukum dan politik."


Lebih jauh, Ray berpendapat bahwa kepanikan ini timbul karena berbagai isu tersebut berhasil mengesampingkan narasi pencapaian yang telah dibangun Jokowi selama satu dekade memimpin.


Pada saat bersamaan, lingkaran pertemanan politiknya pun terlihat menyusut, menyisakan para relawan sebagai garda terdepan.


"Makin sedikit kawan atau teman yang berada di belakang atau terjun serta mengawal Pak Jokowi dan keluarganya. Yang terlihat sekarang hanya para relawannya," tuturnya.


Situasi ini, menurut Ray, sangat kontras dengan beberapa tahun lalu.


Ia menyoroti peran PDI Perjuangan (PDIP) yang dulu kerap menjadi bemper politik saat isu sensitif seperti ijazah palsu muncul.


Namun, perseteruan politik yang terjadi membuat benteng pertahanan itu kini runtuh.


"Dahulu, masih ada PDIP yang memberi kawalan. Makanya, isu ijazah misalnya, tidak dapat berkembang seperti kita lihat saat ini," ungkap Ray.


Kecurigaan dan Perasaan Politik Jokowi


Sebelumnya, saat ditemui di kediamannya di Solo pada Senin (14/7/2025), Jokowi secara terbuka mengungkapkan kecurigaannya.


Ia merasa ada sebuah desain besar di balik polemik yang menyerang dirinya dan Wapres Gibran.


"Saya berperasaan, memang kelihatannya ada agenda besar politik, di balik isu-isu ijazah palsu, isu pemakzulan," kata Jokowi.


Jokowi menduga, motif utama dari gerakan ini adalah upaya sistematis untuk merusak reputasi dan warisan politik yang telah ia bangun.


Tujuannya adalah untuk mengaburkan prestasi selama dua periode kepemimpinannya.


"Ini perasaan politik saya mengatakan ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik, untuk men-downgrade," ujar dia.


"Termasuk itu (isu pemakzulan) jadi ijazah palsu, pemakzulan Mas Wapres, saya kira ada agenda besar politik," ucap Jokowi menegaskan.


Meski merasakan adanya agenda tersebut, Jokowi mengaku menanggapinya dengan santai. 


"Ya buat saya biasa-biasa aja lah dan biasa, ya bisa," imbuh dia.


Namun, bagi Ray Rangkuti, kondisi ini memperjelas hilangnya kawan seperjuangan Jokowi akibat dinamika politik terakhir.


"Perseteruannya dengan PDIP dengan sendirinya membuat kawan eratnya hilang. Di politik, teman untung sangat mudah didapatkan. Tapi belum tentu teman rugi. Pak Jokowi, nampaknya, mendapat banyak teman untung, tapi tidak untuk teman rugi," imbuhnya.


Blak-blakan, Rocky Gerung Sebut Jokowi Alami Gangguan Jiwa: Mau Jadi Begal Lagi Dia?


Pengamat politik Rocky Gerung kembali melontarkan kritik tajam terhadap mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 


Dalam pernyataannya yang disampaikan melalui sebuah diskusi, Rocky secara blak-blakan menyebut bahwa sikap politik Jokowi saat ini menunjukkan adanya 'gangguan kejiwaan'.


Ia menilai ambisi Jokowi untuk terus mencengkeram kekuasaan justru mengindikasikan ketakutan mendalam akan kehilangan kendali.


Rocky mengawali pandangannya dengan menyebut perlunya masyarakat Indonesia bergerak dari politik dendam masa lalu menuju politik yang lebih optimis.


Namun menurutnya, hal tersebut sulit tercapai jika elite kekuasaan, khususnya Jokowi, terus mempertahankan dominasi dengan membangun jaringan politik baru pasca-pemerintahannya.


"Kita harus mulai dengan semangat baru, politics of hope, bukan terus-menerus dalam politics of memory. Kalau ini tidak dibuka, semua akan menggumpal. Seolah-olah tidak ada masalah. Padahal ada," ujar Rocky dalam kanal Youtube Akbar Faizal.


Rocky lalu membandingkan sikap Jokowi dengan presiden terdahulu, Soeharto, yang memilih mundur di tengah tekanan reformasi dan membiarkan proses hukum berjalan.


"Dulu Pak Harto mengundurkan diri, lalu diproses hukum, meski kemudian meninggal. Tapi Jokowi masih berusaha bertahan, membentuk koalisi baru, menggalang opini publik, seolah ingin tetap menguasai peta politik nasional," katanya.


Menurut Rocky, tindakan-tindakan Jokowi akhir-akhir ini, termasuk manuver untuk menguasai partai-partai dan wacana menjadi Ketua Umum PSI, adalah indikasi bahwa Jokowi belum siap melepaskan kekuasaan.


"Ini menunjukkan ini orang mo jadi begal lagi?" sindir Rocky.


Rocky mempertanyakan apa sebenarnya yang diinginkan Jokowi dari seluruh manuver politik tersebut, mengingat pada masa lalu Jokowi pernah menyatakan keinginannya untuk menjadi 'pertapa politik' setelah lengser dari jabatan.


"Apa sebenarnya yang diinginkan Jokowi? Padahal dulu dia bilang ingin jadi pertapa politik. Tapi sekarang ingin jadi Ketua PSI, mengendalikan partai-partai, dan sebagainya," ucapnya.


Dari pengamatan itu, Rocky menyimpulkan bahwa Jokowi tidak hanya mengalami kecanduan terhadap kekuasaan, tetapi sudah menunjukkan gejala psikologis yang lebih dalam.


"Satu metal yang akhirnya kita rumuskan bahwa ada gangguan kejiwaan, bukan sekadar kecanduan kekuasaan, tapi ketakutan kehilangan kekuasaan," tegas Rocky.


Ia menggambarkan karakter Jokowi sebagai sosok yang tampak sederhana dari luar, namun menyimpan ambisi kekuasaan yang sangat besar di dalam.


"Semua ditanam kembali demi mempertahankan kendali. Inilah karakter psikologis Pak Jokowi yang tampak sederhana di luar, tapi menyimpan ambisi besar di dalam," ujarnya.


Sumber: Suara

Komentar