MURIANETWORK.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya dugaan korupsi pada proyek-proyek yang dikerjakan Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG), M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara (Sumut).
Dugaan itu didalami penyidik lewat pemeriksaan delapan saksi.
Salah satunya mantan Bupati Madina Muhammad Jafar Sukhairi Nasution.
"Terkait dengan proyek pembangunan jalan di wilayah Sumatera Utara. Hari ini penyidik melakukan pemeriksaan terhadap delapan saksi di Mandailing Natal atau di Madina," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
"Penyidik mendalami terkait dengan proyek-proyek yang dikerjakan oleh tersangka KIR, khususnya di wilayah Madina," imbuhnya.
Sayangnya Budi enggan mengungkap jenis proyek yang diduga dikorupsi.
Budi mengatakan penyidik telah menggeledah rumah dan kantor Akhirun untuk mencari bukti tambahan terkait pengerjaan proyek di Madina.
"Pasca-kegiatan tangkap tangan, penyidik telah melakukan serangkaian kegiatan penggeledahan dan salah satunya adalah di rumah dan kantor KIR yang kemudian ditemukan catatan dan dokumen terkait dengan proyek-proyek yang KIR kerjakan di wilayah Madina," sebut Budi.
Untuk menguatkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pengadaan proyek di Madina, kata Budi, tim penyidik KPK juga sudah menggeledah kantor Dinas PUPR Madina.
"Dalam penggeledahan itu tim menemukan sejumlah dokumen terkait dengan pengadaan proyek-proyek di wilayah tersebut," katanya.
Selain Jafar Nasution, penyidik memanggil tujuh saksi lainnya yaitu Elpi Yanti Sari Harahap, Plt. Kadis PUPR Madina; Natalina, Pokja PUPR Madina; dan Isabella, mengurus rumah tangga.
Kemudian, Taufik Lubis, Komisaris PT Dalihan Natolu; Mariam, Bendahara PT Dalihan Natolu; Maskuddin Henri, Direktur dan pemegang saham PT Rona Na Mora; dan Seri Agustina Melinda, Wakil Direktur PT Dalihan Natolu.
KPK mengungkap perkara dugaan korupsi proyek pengadaan jalan di Sumut melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Pada tahap pertama, pihak-pihak yang dibawa ke Jakarta pada Jumat malam (27/6/2025) dan Sabtu dini hari (28/6/2025), yaitu sejumlah enam orang.
Berikut daftarnya:
1. Heliyanto (HEL) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Provinsi Sumut
2. Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap PPK
3. M. Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG)
4. M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN)
5. RY, Staf PNS pada Dinas PUPR Provinsi Sumut
6. TAU, Staf KIR (PT DNG)
Kemudian pada tahap kedua, satu orang lainnya, yang dibawa ke Jakarta pada Sabtu pagi (28/6/2025), yaitu Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.
Dari tujuh orang yang diamankan itu, KPK kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu: TOP, HEL, RES, KIR, dan RAY.
Sedangkan RY dan TAU statusnya sebagai saksi, yang juga telah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik.
Adapun dalam giat OTT di Sumut, KPK mengungkap dua kasus sekaligus.
Kasus pertama terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, yaitu:
a. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–SP. Pal XI tahun 2023, dengan nilai proyek Rp56,5 miliar;
b. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI tahun 2024, dengan nilai proyek Rp17,5 miliar;
c. Rehabilitasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI dan penanganan longsoran tahun 2025;
d. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI tahun 2025.
Perkara kedua terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Satker PJN Wilayah 1 Sumut, yaitu:
a. Proyek pembangunan Jalan Sipiongot batas Labusel, dengan nilai proyek Rp96 miliar;
b. Proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, dengan nilai proyek Rp61,8 miliar.
KPK mengungkap bahwa pengaturan proyek dilakukan melalui manipulasi proses e-catalog, dan disertai dengan pemberian uang kepada pejabat berwenang.
Dalam OTT tersebut, KPK juga mengamankan uang tunai senilai Rp231 juta yang diduga merupakan sisa komitmen fee proyek.
KPK menduga Topan mendapat janji fee Rp8 miliar dari pihak swasta yang dimenangkan dalam proyek jalan senilai Rp231,8 miliar itu.
KPK menyebut Akhirun dan Rayhan telah menarik duit Rp2 miliar yang diduga akan dibagikan ke pejabat yang membantu mereka mendapat proyek.
Atas perbuatannya, Akhirun dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
KPK Panggil Mulyono Kasus Suap Proyek Jalan di Daerah Bobby Nasution
Digadang-gadang Jadi Terlapor Kasus Ijazah Jokowi, Abraham Samad: Heran Juga Saya
12 Terlapor dalam Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi, Ada Nama Abraham Samad
Geisz Skeptis Tom Lembong Akan Bebas Meski Dakwaan Jaksa Cacat