Sistem demokrasi kini justru memunculkan politisi yang berperan seperti badut, bandit, dan bandar.
Mereka tidak mewakili rakyat, melainkan kepentingan pemilik modal yang membiayai kampanye mereka.
Akibatnya, parlemen dan pemerintah tidak lagi menjadi representasi aspirasi rakyat, melainkan alat transaksi kuasa.
Di tengah kekacauan ini, Generasi Z menunjukkan gejala baru: apatisme politik.
Alih-alih berpartisipasi, banyak dari mereka memilih mundur. Tagar #KaburAjaDulu menjadi simbol keputusasaan kolektif terhadap masa depan bangsa.
Mereka tumbuh dalam narasi krisis yang terus-menerus: krisis integritas, krisis kepemimpinan, krisis keadilan.
Narasi “Indonesia Gelap” mulai membanjiri ruang publik digital. Ketidakpercayaan terhadap institusi negara dan sistem politik menjadi begitu kuat, hingga membentuk generasi skeptis yang tidak lagi percaya pada perubahan dari dalam sistem.
Sebagian tokoh Islam dan intelektual nasional mulai menyerukan perlunya meninjau ulang UUD 2002.
Bukan dalam rangka nostalgia, melainkan sebagai usaha untuk mengembalikan ruh asli konstitusi: keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan pengelolaan kekayaan negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Namun, tentu saja jalan ini tidak mudah. Butuh keberanian politik, rekonsiliasi nasional, dan diskursus publik yang sehat.
Dalam iklim post-truth seperti saat ini, fakta sering ditenggelamkan oleh opini. Kritik dianggap serangan. Upaya koreksi disebut makar.
Di sinilah pentingnya media independen, pendidikan kritis, dan ruang-ruang diskusi yang bebas dari tekanan oligarki.
Indonesia berada di persimpangan sejarah. Narasi “Indonesia Gelap” bisa menjadi kenyataan jika rakyat kehilangan harapan dan tidak lagi percaya pada konstitusi, pemilu, dan pemerintahan. Tapi dari kesadaran kritis inilah juga bisa tumbuh benih perubahan.
Prof. Daniel Rosyid memberikan suara peringatan yang seharusnya tidak diabaikan. Ia menegaskan bahwa demokrasi bukan sekadar pemilu, tetapi soal nilai dan substansi.
Ia menuntut agar rakyat Indonesia kembali sadar akan hakikat bernegara: bahwa republik ini bukan milik segelintir elite, melainkan milik seluruh rakyat yang berdaulat.
Saatnya generasi muda, intelektual, dan masyarakat sipil mengambil peran. Bukan untuk kabur, tetapi untuk membangun jalan terang di tengah kegelapan.
Sebab masa depan Indonesia hanya bisa diselamatkan oleh rakyat yang sadar, berani, dan tak gentar memperjuangkan kebenaran.
Sumber: SuaraNasional
Artikel Terkait
Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silfester, Bukannya Buronkan—Ada Apa?
Hotman Paris Dibantah! JPU Bongkar Kerugian Negara di Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Dibongkar Propam: Dalang Perselingkuhan Anggota Brimob Jabar Terbongkar!
KPK Bongkar Skandal Dapur Haji, Ternyata Lebih Parah dari Dugaan!