Namun begitu, di sisi lain, kritik juga berdatangan. Sebagian besar menilai sarannya terlalu simplistis dan tidak melihat akar masalah yang sebenarnya. Mereka berargumen bahwa industri sawit adalah penopang ekonomi bagi jutaan pekerja, dan solusinya tidak bisa hitam putih. "Lha wong alternatifnya juga belum tentu lebih sustainable. Malah bisa impor, yang jejak karbonnya makin gede," tukas seorang komentator.
Stitch dari influencer tadi, secara garis besar, mewakili suara kontra ini. Dengan nada yang sedikit sarkastik, sang kreator mempertanyakan efektivitas gerakan personal di tengah sistem industri yang begitu besar. Alih-alih menyalahkan konsumen retail, menurutnya, regulasi dan pengawasan ketat terhadap korporasi jauh lebih penting.
Jadilah, perdebatan ini seperti dua sisi mata uang. Sarah Sechan, dengan platformnya, berhasil membuka kotak Pandora isu sawit yang selama ini sering dianggap remeh. Reaksinya yang beragam dari dukungan sampai kritik pedas menunjukkan betapa rumit dan sensitifnya topik ini. Di media sosial, semuanya serba cepat. Satu pernyataan bisa melesat, dikomentari, dan diperdebatkan dalam hitungan jam.
Pada akhirnya, terlepas dari setuju atau tidak, yang jelas isu ini sekarang jadi bahan obrolan. Dan itu mungkin hal yang baik. Sebab, dari perbincangan, paling tidak muncul kesadaran bahwa persoalan lingkungan seperti banjir di Sumatra itu penyebabnya kompleks. Bukan soal salah satu bahan di dapur kita semata, tapi tentang pilihan kebijakan, keserakahan, dan tanggung jawab kolektif yang jauh lebih besar.
Artikel Terkait
Chikita Meidy Buka Luka: Bullying di Panggung hingga Pengkhianatan dalam Pernikahan
Aura Kasih Tegaskan: Tak Ada Kompromi, Calon Suami Harus Menerima Anakku
Denny Sumargo Ungkap Cuplikan CCTV yang Diklaim Bukti Perselingkuhan
Boyke Bicara Soal Orientasi Seks, Sementara Dearly Joshua dan Ari Lasso Kembali Mesra