“Mampu menahan dan mengatur begitu banyak pendapat, dan tetap menghasilkan sesuatu yang terasa seperti milik Anda, hampir mustahil untuk dilakukan,” lanjutnya.
“Dengan begitu banyak suara di ruangan itu dan dengan begitu banyak ekspektasi, tidak ada yang terasa pribadi.”
Stewart sampai mempertanyakan, apakah para sutradara itu Weitz dan Condon khususnya benar-benar merasa punya kendali penuh atas film mereka? Atau jangan-jangan mereka hanya menjalankan mesin yang sudah ditentukan jalurnya?
Di sisi lain, dia tak meremehkan hasil akhirnya. Stewart tetap menghargai kerja keras mereka. Menurutnya, meski prosesnya dibatasi, kepribadian para sutradara itu masih bisa terlihat, walau samar-samar. Itu saja sudah merupakan prestasi.
Baginya, hanya motivasi yang sangat kuat bahkan bisa dibilang nekad yang bisa bertahan dalam tekanan seperti itu.
“Mereka terasa hampir secara terang-terangan, aneh, dan liar sebagai diri mereka sendiri,” katanya tentang upaya mereka mempertahankan visi.
Dorongan itulah yang justru membuatnya iri. Sebagai aktor, dia melihat bagaimana seorang sutradara berjuang untuk cetakan pribadinya di atas layar.
“Anda harus memiliki dorongan yang sangat haus, lapar, kurang ajar, dan sangat sempit. Anda melihat itu dan Anda menjadi cemburu sebagai seorang aktor. Jadi Anda berkata, 'Saya ingin membentuk versi saya sendiri dari hal itu,'” tutur Stewart.
Artikel Terkait
Chikita Meidy Buka Luka: Bullying di Panggung hingga Pengkhianatan dalam Pernikahan
Aura Kasih Tegaskan: Tak Ada Kompromi, Calon Suami Harus Menerima Anakku
Denny Sumargo Ungkap Cuplikan CCTV yang Diklaim Bukti Perselingkuhan
Boyke Bicara Soal Orientasi Seks, Sementara Dearly Joshua dan Ari Lasso Kembali Mesra