Tahun Baru Masehi: Boleh atau Haram? Menelisik Perdebatan yang Tak Kunjung Usai

- Selasa, 30 Desember 2025 | 06:10 WIB
Tahun Baru Masehi: Boleh atau Haram? Menelisik Perdebatan yang Tak Kunjung Usai

Di sisi lain, pendapat yang melarang punya alasan kuat. Mereka khawatir soal tasyabbuh, atau penyerupaan diri dengan tradisi non-Muslim. Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, mengingat tahun baru Masehi punya akar sejarah yang erat dengan budaya dan kepercayaan di luar Islam.

Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat MA, menguraikan perbedaan pendapat ini dengan cukup gamblang.

"Ulama yang mengharamkan beralasan bahwa perayaan tahun baru adalah bentuk penyerupaan terhadap orang non-Muslim. Meski niatnya bukan untuk ibadah, tapi tindakan ikut merayakannya sudah dianggap menyerupai ritual mereka," jelasnya.

"Sementara ulama yang membolehkan berargumen bahwa perayaan tahun baru tidak selalu bernuansa agama. Semuanya kembali ke niat masing-masing orang," lanjutnya.

Beliau juga memberi analogi yang menarik. Coba lihat, setiap ada libur nasional seperti Natal atau Tahun Baru, umat Islam juga ikut libur. Bank syariah, pesantren, bahkan Kementerian Agama pun tutup. Apakah libur itu otomatis berarti merayakan? Tentu tidak. Kebanyakan orang akan bilang, "Tergantung niatnya."

Prinsip yang sama diterapkan. Kalau niatnya ikut-ikutan ritual agama lain, ya haram. Tapi kalau cuma memanfaatkan momen untuk kumpul keluarga, bersyukur, atau bahkan berbuat baik seperti berbagi ke panti asuhan, maka tidak ada larangannya. Yang jelas-jelas haram adalah tindakan maksiat yang sering menyertainya: mabuk-mabukan, pacaran bebas, dan sejenisnya. Keharamannya ada pada perbuatan maksiat itu sendiri, bukan pada esensi pergantian tahunnya.

Jadi, perdebatan ini memang tidak akan pernah benar-benar selesai. Masing-masing pihak punya dasar dan argumennya sendiri. Pada akhirnya, pilihan kembali kepada kesadaran dan keyakinan setiap individu.

Wallahu a'lam bishshawab.


Halaman:

Komentar