Istilah fatherless sering kita dengar akhir-akhir ini. Intinya, istilah ini menggambarkan situasi di mana peran seorang ayah dalam keluarga itu absen. Bukan cuma soal kehadiran fisiknya, lho. Lebih dari itu, ini tentang ketiadaan sosok ayah yang berfungsi sebagai kepala keluarga dan pendamping seutuhnya. Padahal, dalam pengasuhan dan pendidikan anak, tanggung jawab itu seharusnya dibagi secara seimbang antara ayah dan ibu.
Nah, dampaknya ternyata cukup serius. Menurut Lerner (2011), yang dikutip dalam penelitian Rachmanulia dan Dewi (2023), hilangnya figur ayah dalam proses tumbuh kembang anak bisa memengaruhi kepribadian mereka. Anak-anak cenderung punya harga diri yang rendah, emosi yang sulit dikendalikan seperti gampang marah dan sering diliputi perasaan malu. Semua ini muncul karena mereka kehilangan momen kebersamaan yang seharusnya didapat dari sosok ayah, seperti yang dirasakan anak-anak seusianya.
Di sisi lain, peran ayah ternyata punya pengaruh besar dalam pembentukan konsep diri, khususnya bagi anak laki-laki yang memasuki fase dewasa awal. Lantas, apa saja sih yang bisa membuat seorang ayah masuk kategori ‘fatherless’? Menurut Putri dan Priyanggasari (2024), faktornya beragam. Bisa karena intensitas pertemuan ayah dan anak yang sangat minim, komunikasi yang pasif, atau situasi lain seperti perceraian yang akhirnya membuat jarak antara anak dan ayah semakin jauh.
Fenomena ini ternyata bukan kasus yang sedikit. Data dari BKBBN 2025 menunjukkan angka yang mencengangkan: sekitar 25,8% keluarga di Indonesia atau kira-kira satu dari empat keluarga yang punya anak mengalami kondisi fatherless. Angka ini sekaligus jadi lampu kuning. Jelas, para ayah di Indonesia masih perlu banyak berbenah untuk meningkatkan kualitas komunikasi dan interaksi dengan anak, terutama anak laki-laki.
Soal komunikasi ini memang krusial. Kualitas komunikasi yang baik antara orang tua dan anak adalah fondasi. Ia mendukung proses pembentukan konsep diri anak, mendorong keterbukaan, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan diri si anak dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Artikel Terkait
Soul Tie: Mengapa Kenangan Lama Masih Menghantui Meski Sudah Move On?
Rekomendasi Film untuk Temani Malam Tahun Baru di Rumah
Mengurai Patriarki: Dari Pola Asuh hingga Ketimpangan yang Diwariskan
Forbes Umumkan 100 Perempuan Paling Berpengaruh, Taylor Swift hingga PM Jepang Tercatat