Sejak kecil, banyak perempuan tumbuh dengan batasan-batasan yang tak pernah mereka pilih. Mereka diajari untuk patuh, untuk tenang, agar tidak terlalu menonjol. Sementara itu, anak laki-laki didorong untuk berani, untuk memimpin. Pola ini terus berulang, membentuk sebuah keyakinan samar bahwa ketimpangan gender adalah hal yang wajar. Padahal, anggapan itu bukan kodrat. Ini adalah hasil dari sebuah sistem sosial yang sudah mengakar sangat dalam: patriarki.
Selama berabad-abad, sistem ini menjadi kerangka utama kehidupan bermasyarakat. Laki-laki ditempatkan sebagai pusat kekuasaan, sementara perempuan berada di posisi yang lebih rendah. Laki-laki dianggap pemimpin alami; perempuan dilekatkan pada peran domestik. Pandangan ini diwariskan turun-temurun, jarang dipertanyakan, meski dampaknya terasa nyata di segala lini dari ruang keluarga hingga panggung politik.
Dimulai dari Pola Asuh: Pembelajaran yang Tak Disadari
Semuanya berawal dari hal-hal sederhana. Anak laki-laki didorong untuk mandiri dan tegas, sering disebut sebagai "calon pemimpin". Di sisi lain, anak perempuan diminta bersikap sopan, lembut, dan jangan banyak bicara.
Pesan-pesan sederhana itu perlahan menanamkan peran sosial yang kaku. Akibatnya, laki-laki tumbuh dengan keyakinan harus memimpin. Perempuan? Banyak yang jadi ragu untuk bersuara atau mengambil keputusan besar. Padahal, ini bukan soal kemampuan alami. Ini lebih tentang kesempatan yang sejak awal sudah dibatasi secara tidak seimbang.
Standar Ganda: Ketimpangan yang Masih Terasa
Dampaknya bisa kita temukan di mana-mana. Di dunia kerja, misalnya. Perempuan masih sering menerima upah lebih rendah untuk pekerjaan yang setara. Di ranah politik, keterwakilan mereka jauh tertinggal.
Belum lagi soal standar ganda. Perempuan yang tegas gampang dicap "galak". Laki-laki dengan sikap sama justru dianggap "berwibawa". Perempuan yang fokus pada karier dibilang egois. Laki-laki yang jarang di rumah malah dipuji sebagai pekerja keras. Pola penilaian seperti ini membuat perempuan serba salah, membatasi ruang mereka untuk benar-benar berkembang.
Sistem yang Tak Terlihat, tapi Sangat Kuat
Parahnya, patriarki sering tak disadari. Ia bekerja dengan halus. Contohnya saat pendapat perempuan diabaikan dalam rapat. Atau ketika pekerjaan rumah dianggap bukan "pekerjaan sungguhan". Hal-hal yang tampak sepele ini, nyatanya, terus memperkuat anggapan bahwa perempuan berada di posisi lebih rendah.
Artikel Terkait
Rekomendasi Film untuk Temani Malam Tahun Baru di Rumah
Forbes Umumkan 100 Perempuan Paling Berpengaruh, Taylor Swift hingga PM Jepang Tercatat
Barang Berharga Raib, Ternyata Korban Semangat Balita Belajar Buang Sampah
Anok Yai Ungkap Perjuangan Rahasia Melawan Penyakit Genetik yang Ancam Jantung dan Paru-Paru