Nah, di titik inilah sering muncul salah kaprah. Banyak perempuan mengira turunnya gairah itu adalah tanda kegagalan mereka sebagai pasangan. Padahal, itu cuma sinyal alami bahwa tubuh lagi fokus memulihkan diri. Titik.
“Banyak pasien-pasien saya yang sudah melahirkan kemudian jadi jarang berhubungan kembali dengan suaminya,”
cerita dr. Dimas.
Ini bukan soal cinta sayang yang hilang, ya. Sama sekali bukan. Fokus ibu baru biasanya tersedot habis untuk mengurus bayi. Belum lagi tubuh yang memang belum pulih seratus persen. Wajar kalau keintiman jadi agak terbengkalai.
Namun begitu, dampaknya nggak cuma dirasakan satu pihak. Dinamika hubungan suami-istri pasti ikut terdampak. Nggak sedikit suami yang jadi ikutan stres karena merasa hubungan intim serba terbatas. Situasinya jadi rumit.
“Yang seharusnya bisa (berhubungan seks) saat satu bulan sekali tapi harus menunggu anaknya tidur, di kasur yang sama, enggak boleh kencang-kencang, nggak boleh heboh-heboh, nanti kalau enggak, anaknya bangun,”
ia menggambarkan.
Jadi, selain faktor hormonal dan fisik, kondisi eksternal kayak sekamar dengan anak punya pengaruh besar. Bukan semata-mata karena keinginan yang berkurang, tapi situasinya aja yang sering nggak mendukung. Semuanya butuh penyesuaian dan, yang paling penting, komunikasi yang baik antara kedua pasangan.
Artikel Terkait
Empat Gigi Sekaligus Muncul, Si Kecil Mogok Makan? Ini Kata Dokter
Yanti dan Manik-Manik yang Tak Sempat Jadi Toko
Erika Carlina Ungkap Dampak GAD: Rambut Rontok Hingga Botak
Dearly Djoshua Tegaskan Hubungan dengan Ari Lasso Tamat, Ade Tya Dituding Jadi Pihak Ketiga