Banjir dan tanah longsor yang menerjang sejumlah wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, jelas meninggalkan luka yang dalam. Ribuan rumah terendam, akses jalan putus total, dan bantuan sulit masuk. Tapi di balik kerusakan fisik yang kasat mata, ada duka lain yang mungkin tak langsung terlihat: tekanan psikologis yang menghantui para penyintas, terutama anak-anak.
Fokus utama saat ini tentu saja pada kebutuhan mendesak: makanan, pakaian kering, tempat berteduh. Itu mutlak. Namun begitu, kita tak boleh mengabaikan beban di pikiran mereka. Bayangkan saja, anak-anak itu melewati malam-malam penuh ketakutan. Mereka mendengar suara gemuruh air, teriakan, dan hiruk-pikuk evakuasi. Mereka hidup dalam ketidakpastian, selalu waspada akan datangnya ancaman susulan. Dampak psikisnya mulai bermunculan, dan ini serius.
Lalu, apakah kondisi ini bisa memicu PTSD pada anak-anak?
Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, M.Psi., Psikolog, sebagian besar anak saat ini masih berada dalam fase shock. Pikiran dan tubuh mereka sedang bereaksi spontan terhadap ancaman yang baru saja mereka alami. Wajar jika kemudian muncul berbagai gejala.
Mereka jadi gampang menangis, susah tidur, atau cemas berlebihan. Suara keras sedikit saja bisa membuat mereka kaget. Konsentrasi pun buyar.
“Gejala-gejala itu sebetulnya belum bisa disebut PTSD,” jelas Vera.
Meski begitu, kondisi ini perlu diawasi ketat. Stres akut yang tidak tertangani dengan baik berpotensi berkembang menjadi gangguan stres pascatrauma atau PTSD di kemudian hari. Gangguan ini adalah kondisi jangka panjang, di mana respons stres seseorang tidak kunjung mereda bahkan memburuk setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan pasca kejadian traumatik.
Artikel Terkait
Libur Semester Ganjil 2025: Provinsi Mana yang Paling Cepat dan Paling Lama?
Diskon 30% Penginapan Vietnam, Mister Aladin Buka Promo hingga Akhir 2025
Aura Kasih Buka Suara Soal Perjuangan sebagai Ibu Tunggal Arabella
I Fashion Festival 2025: Dr. Ayu Raih Penghargaan di Tengah Sorotan Fashion Lokal