Wall Street menutup perdagangan Selasa (30/12) dengan catatan merah. Tiga indeks utama AS sama-sama melemah, meski penurunannya tak terlalu dalam. Dow Jones terpangkas 94,87 poin (0,20%) ke level 48.367,06. Sementara S&P 500 turun 9,51 poin (0,14%) menjadi 6.896,23. Nasdaq juga ikut merosot, kehilangan 55,27 poin (0,23%) dan berakhir di 23.419,08.
Namun begitu, jika dilihat dari kaca mata yang lebih luas, situasinya justru menarik. Setelah setahun diwarnai perang tarif, government shutdown yang berkepanjangan, dan berbagai gejolak geopolitik, kinerja pasar saham AS sepanjang tahun ini justru diprediksi akan mencetak kenaikan dua digit. Performa yang cukup solid, bukan?
Ryan Detrick, Kepala Ahli Strategi Pasar di Carson Group, Omaha, punya pandangan optimis. Menurutnya, fundamental perusahaan yang kuat adalah kuncinya.
"Pada akhirnya, keuntungan perusahaan yang solid dapat menutupi banyak kesalahan. Dan pada tahun 2025, pendapatan yang kuat telah membenarkan pasar bullish yang kita saksikan tahun ini," ujarnya.
Detrick menambahkan, "Kami tidak melihat tanda-tanda besar yang mengindikasikan resesi akan datang. Kami optimis pasar tenaga kerja akan membaik dan pasar bullish ini mungkin masih memiliki beberapa kejutan lagi di tahun 2026."
Di sisi lain, ada sedikit keraguan yang tercermin dari pertemuan terakhir The Fed tahun ini. Meski sebagian besar anggota setuju untuk memangkas suku bunga, tapi perdebatan soal risiko ekonomi menunjukkan adanya perpecahan di internal mereka.
Artikel Terkait
IHSG Cetak 24 Kali Rekor Tertinggi, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp 16.000 Triliun di 2025
Harga Minyak Terjebak di Persimpangan: Ketegangan Geopolitik Vs Bayang-Bayang Surplus
TLKM hingga ANTM: Deretan Saham yang Diborong Asing Sepanjang 2025
OJK Bantah Isu Penghapusan Utang Pinjol, Tegaskan Itu Hoaks