Pola serupa terlihat di beberapa kabupaten lain. Di Aceh Tamiang, hanya tujuh desa yang padam dari 209, tapi rumah yang rusak mencapai lebih dari 38 ribu unit. Di Bireuen, 607 dari 609 desa sudah terang, namun lebih dari 31 ribu rumah mengalami kerusakan. Begitu pula di Aceh Timur, 95 persen desanya sudah berlistrik, tetapi lebih dari 11 ribu rumah warga masih dalam kondisi rusak.
Lalu apa masalahnya? Darmawan membeberkan kendala teknis yang sangat manusiawi. Banyak rumah pelanggan masih tertimbun lumpur.
"Jadi desanya sudah menyala, tetapi rumah-rumah pelanggan PLN juga masih tertimbun dengan lumpur," katanya. "Kami belum berani menyalakan, karena nanti bisa tersengat. Risiko korsletingnya masih sangat besar."
Skala Kerusakan yang Luar Biasa
Darmawan juga memberikan perspektif yang mencengangkan. Dia membandingkan skala kerusakan sistem kelistrikan kali ini dengan bencana tsunami Aceh 2004.
"Pada saat tsunami 2004, kerusakan sistem kelistrikan ada di 8 titik," katanya.
"Sedangkan bencana kali ini di Aceh ada 442 titik. Jadi skalanya sangat berbeda dan sangat masif."
Di tengah upaya besar ini, PLN tak hanya fokus pada jaringan rumah warga. Mereka juga turun tangan memulihkan fasilitas publik yang vital. Sejumlah rumah sakit umum daerah (RSUD) dan puskesmas sudah dibantu, tapi dengan catatan: pembersihan lumpur di dalam gedung harus dilakukan dulu sebelum listrik bisa dinyalakan dengan aman.
"Kami sudah menyelesaikan 33 Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas di berbagai kabupaten maupun kota," tutup Darmawan, menyebut beberapa lokasi seperti Langsa, Pidie Jaya, hingga Aceh Timur. "Kemudian juga kami membantu pemulihan instalasi listrik di masjid-masjid yang terdampak."
Artikel Terkait
OJK Bantah Isu Penghapusan Utang Pinjol, Tegaskan Itu Hoaks
DJP Imbau Wajib Pajak Aktifkan Akun Coretax dari Sekarang, Hindari Antrean Panjang
Catatan Rapat Fed Picu Gelombang Jual Ketiga Hari Beruntun di Wall Street
Wall Street Merah di Akhir Tahun, Tapi Optimisme Kuat untuk 2025