Dari sisi pasar, Indonesia masih jadi andalan utama. Posisi berikutnya diisi oleh Malaysia, India, dan China. Sebagian besar pelanggannya berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), meski ada juga end-user dari sektor industri lain.
Namun, tekanan harga global ternyata cukup berpengaruh pada laporan keuangan. Pendapatan AADI hingga September 2025 tercatat USD 3,61 miliar, turun 11% dibanding periode sama tahun sebelumnya. Bahkan, laba bersihnya anjlok cukup dalam, 44%, menjadi USD 655 juta.
Lie Luckman menegaskan bahwa perusahaan tak tinggal diam. "Perusahaan terus berupaya menerapkan tata kelola yang baik, disiplin keuangan, upaya-upaya peningkatan produktivitas dan pengendalian biaya di tengah volatilitas pasar," ujarnya.
Di sisi lain, soal belanja modal, AADI sudah menggelontorkan USD 243 juta hingga triwulan ketiga. Dana itu utamanya dipakai untuk investasi pembangkit listrik di Kalimantan Utara, beli tongkang baru, dan perkuat sarana pendukung rantai pasok. Angka ini masih dalam koridor rencana awal, yang berkisar antara USD 250 hingga 300 juta untuk seluruh tahun 2025.
Artikel Terkait
Coretax DJP Siap Berlaku 2025, Wajib Pajak Dimulai Aktivasi Akun Sekarang
Obligasi Hijau Bank Mandiri Diserbu Investor, Oversubscribed Lebih dari Tiga Kali Lipat
Emas dan Perak Cetak Rekor Baru, Dipacu Ketegangan Global dan Ekspektasi The Fed
Saham IMPC Melonjak, Ini Sosok di Balik Aksi Jual Besar-besaran