Data BPS mengonfirmasi Indonesia memang tak lagi mengimpor beras medium untuk konsumsi umum pada 2025. Impor yang tercatat di bulan Januari lalu, sekitar 69,75 ribu ton, ternyata sisa kuota dari tahun sebelumnya. Lantas, beras apa yang masih masuk?
Sebagian besar adalah broken rice atau beras pecah. Jenis ini bukan untuk dimakan langsung, melainkan bahan baku industri seperti pembuatan bihun, tepung beras, atau bubur. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut, impor beras pecah (bukan makanan ternak) sepanjang Januari-Oktober 2025 mencapai 286,91 ribu ton. Angka itu pun turun hampir 27% dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Selain itu, ada juga impor beras premium spesifik seperti basmati dan hom mali. Volumenya tak besar, masing-masing 3,15 ribu ton dan 600 ton. Beras-beras khusus ini biasa dipakai di hotel, restoran, dan kafe, serta memang tidak diproduksi di dalam negeri.
Di sisi lain, produksi dalam negeri justru menunjukkan tren positif. BPS memproyeksikan produksi beras nasional sepanjang 2025 bisa mencapai 34,79 juta ton. Itu artinya naik lebih dari 4 juta ton atau sekitar 13,6% dibanding realisasi 2024.
Jadi, klaim swasembada dan pengaruh pada harga dunia memang punya dasarnya. Intinya, kebutuhan pokok masyarakat kini dipenuhi dari sawah sendiri. Sementara impor yang berjalan sifatnya sangat selektif, hanya untuk mengisi ceruk industri dan pasar khusus yang memang belum bisa dipenuhi lokal.
Artikel Terkait
Angka Pengangguran AS Melonjak, Wall Street Lesu dan Berharap pada The Fed
Prabowo Dorong Papua Mandiri Energi dari Sawit hingga Tenaga Surya
BBRI Cetak Rekor: Saham Melonjak 48 Kali Lipat Sejak IPO Dua Dekade Lalu
Pemerintah Siapkan Jeda KUR untuk Pengusaha Terdampak Bencana Sumatera