Nah, fokus pasar kini beralih. Semua mata tertuju pada laporan non-farm payrolls (NFP) AS serta data penjualan ritel yang dijadwalkan terbit Selasa. Data-data ini akan jadi petunjuk berharga untuk memprediksi arah kebijakan Federal Reserve selanjutnya. Berdasarkan CME FedWatch Tool, pasar saat ini mematok peluang penurunan suku bunga pada Januari 2026 sebesar 78 persen. Padahal, seperti kita tahu, emas selalu dianggap sebagai pelindung nilai di tengah gejolak.
Sementara emas tertekan, logam mulia lainnya justru bersinar. Perak spot malah melonjak 2,6 persen ke USD 63,61 per ons. Ini menarik, karena perak baru saja menyentuh rekor tertinggi USD 64,65 pada Jumat lalu. Kini, level psikologis USD 65 per ons tampaknya sudah dalam jangkauan.
Bob Haberkorn, analis senior RJO Futures, terlihat bullish terhadap perak.
"Perak memimpin penguatan di antara logam mulia. Menjelang akhir tahun, perak akan diperdagangkan di atas USD 65, dan saya bisa melihat level USD 70 pada awal kuartal pertama tahun depan," katanya dengan yakin.
Kenaikan tajam juga terjadi pada platinum dan palladium. Platinum spot naik 2,5 persen ke USD 1.788,55 per ons, level tertingginya sejak lebih dari satu dekade lalu, tepatnya September 2011. Palladium tak kalah perkasa, melonjak hampir 5 persen ke USD 1.560,25 per ons, menyentuh puncak tertinggi dalam dua bulan terakhir.
Soal palladium, produsen terbesarnya di dunia, Nornickel dari Rusia, memberikan tinjauan pasar. Mereka memperkirakan, dengan mempertimbangkan permintaan investasi, pasar palladium tahun ini akan mengalami defisit sekitar 0,2 juta ons. Sebuah kondisi yang tentu saja turut mendorong kenaikan harga.
Artikel Terkait
Prabowo Dorong Papua Mandiri Energi dari Sawit hingga Tenaga Surya
BBRI Cetak Rekor: Saham Melonjak 48 Kali Lipat Sejak IPO Dua Dekade Lalu
Pemerintah Siapkan Jeda KUR untuk Pengusaha Terdampak Bencana Sumatera
Bank Dunia Naikkan Proyeksi Ekonomi RI, Tapi Peringatkan Ancaman di Pasar Kerja