Namun begitu, semua angka indah ini masih sangat rentan. Variabel seperti banjir yang belum surut, ancaman kekeringan, serangan hama, atau sekadar mundurnya waktu panen petani, bisa dengan mudah mengubah perhitungan. Sentra-sentra utama panen periode mendatang memang masih bertumpu di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Tapi daerah seperti Subang, Indramayu, hingga Aceh Utara yang sedang bermasalah tadi, juga punya kontribusi besar.
Harga di Penggilingan Mulai Merosot
Ada kabar baik yang langsung terasa. Di tengah proyeksi kenaikan produksi, harga beras di tingkat penggilingan pada November 2025 justru mengalami penurunan. Beras medium, misalnya, turun hampir 1 persen. Penurunan terdalam terjadi pada beras pecah, yang anjlok 2,38 persen.
Penurunan ini wajar, didorong oleh mulai masuknya hasil panen akhir tahun ke pasaran. Stok mulai terisi kembali.
Meski produksi dalam negeri diperkirakan membaik, impor beras ternyata masih berjalan. Indonesia masih membeli beras dari luar negeri, terutama untuk memenuhi kebutuhan industri yang spesifik.
“Pada Oktober 2025 impor beras sebesar 40,7 ribu ton dengan nilai USD 19,1 juta,”
ungkap Pudji.
Secara kumulatif, dari Januari hingga Oktober 2025, impor beras sudah mencapai 364,3 ribu ton. Myanmar, Thailand, dan India masih menjadi pemasok utama. Jenis yang paling banyak diimpor adalah broken rice, yang biasanya dipakai sebagai bahan baku industri makanan atau pakan, bukan untuk konsumsi langsung di rumah tangga.
Jadi, ceritanya tidak hitam putih. Di satu sisi, optimisme ada. Di sisi lain, kewaspadaan harus tetap dijaga. Semuanya kembali pada bagaimana kondisi di lapangan dalam beberapa bulan ke depan.
Artikel Terkait
Harga Patokan Ekspor Tembaga Naik Lagi, Didorong Gila Energi Hijau
Prabowo Hadiri Pencatatan Rekor Baru 50.000 Akad KPR Subsidi di Banten
Purbaya: Anggaran Transfer ke Daerah Dipangkas 24 Persen, Ini Penyebabnya
Pertamina Siagakan Pasokan Energi untuk Penanganan Bencana di Sumatera