"Kami ingin merangkul seluruh elemen remaja yang membutuhkan afirmasi penguasaan keterampilan digital, termasuk pelajar disabilitas," tegas Fajar.
Metode belajarnya pun tak sekadar teori. Mereka mengadopsi pendekatan pembelajaran berbasis proyek. Jadi, para remaja diajak mengidentifikasi isu nyata di sekitar, lalu berkolaborasi menciptakan solusi inovatif. Hasilnya? Cukup mencengangkan.
Hingga 2025, program ini telah melahirkan ratusan proyek solusi digital. Mulai dari 203 aplikasi website, 88 aplikasi mobile, 25 aplikasi hybrid, 33 aplikasi IoT, hingga 106 produk digital non-aplikasi. Angka yang tidak main-main.
Di antara peserta yang unjuk karya, ada Alifa Ayudiva Salsabila, pelajar kelas XI SMAN Pilangkenceng, Madiun. Dengan penuh percaya diri, pelajar berhijab ini mempresentasikan aplikasi buatan sekolahnya.
"Si Jempol adalah aplikasi android yang bertujuan membantu masyarakat memilah dan mengelola sampah di rumah," tutur Alifa, menjelaskan karya timnya.
Kontribusinya, bersama ratusan pelajar perempuan lain, menunjukkan bahwa gelombang baru talenta digital Indonesia sudah mulai bergerak. Dan mereka tak mau kalah.
Artikel Terkait
Tiga Astronot China Terjebak di Orbit, Misi Darurat Diluncurkan
Guncangan Blokir ChatGPT: Ketika Regulasi Mengancam Napas Digital Rakyat
IM3 Platinum Hadirkan iPhone 17 dengan Kuota Bebas Roaming ke Malaysia-Singapura
Survei: Sepertiga Warga Indonesia Percayakan Diagnosis Kesehatan pada Kecerdasan Buatan