Di sisi lain, penguatan regulasi jadi pilar penting. Dua peraturan menteri jadi senjata utama: Permen ATR/BPN No. 21 Tahun 2020 tentang Penanganan Kasus Pertanahan, dan yang lebih baru, Permen No. 15 Tahun 2024 yang fokus pada tindakan pencegahan. Setelah aturan jelas, langkah represif dan pemulihan aset negara pun dijalankan. Lahan yang berhasil direbut kembali, misalnya, harus segera difungsikan untuk kepentingan produktif rakyat.
Namun begitu, menindak saja tidak cukup. Pencegahan jangka panjang mutlak diperlukan. Mereka punya beberapa rencana. Salah satunya adalah menyiapkan PPNS (Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Pertanahan agar proses hukum bisa lebih cepat dan berbasis bukti. Pendekatan restorative justice juga akan diperkuat.
Yang menarik, ada wacana untuk membentuk pengadilan khusus pertanahan. Ide ini muncul agar perkara-perkara rumit seputar tanah bisa ditangani oleh hakim yang benar-benar paham seluk-beluk agraria, dengan pertimbangan yang seimbang antara hukum, sosial, dan ekonomi.
Pada akhirnya, semua upaya ini bertujuan menciptakan ekosistem pertanahan yang lebih sehat dan berkeadilan. Perang terhadap mafia tanah jelas belum usai, tapi setidaknya langkah-langkah konkret mulai terlihat di depan mata.
Artikel Terkait
Kolaborasi Antarumat Beragama Wujudkan Natal Damai di Katedral Jakarta
Presiden Prabowo Perintahkan Kerja Tanpa Henti, 12 Wilayah Sumatra Mulai Transisi Pemulihan
Ragunan Dibanjiri 50 Ribu Pengunjung di Hari Natal, Gorila Berhias Topi Santa Jadi Daya Tarik
Prabowo: Rp6,6 Triliun Hanya Ujung dari Kerugian Negara