Nasib PLTSa Benowo di Surabaya akhirnya menemukan titik terang. Setelah sempat terombang-ambing ancaman kebangkrutan, Kementerian Keuangan memastikan operasional pembangkit listrik tenaga sampah pertama di Indonesia itu akan terus berjalan. Intinya, pemerintah turun tangan untuk menyelamatkannya.
Kunci penyelamatannya ada pada dana Biaya Layanan Pengolahan Sampah atau BLPS. Komitmen penyediaan dana ini menjadi penawar bagi risiko gagal bayar yang membayangi perusahaan. Bagi pengelola PLTSa, keputusan ini seperti angin segar.
Agus Nugroho Susanto, Direktur Utama PT Sumber Organik, tak menyembunyikan rasa leganya. Dukungan anggaran ini, katanya, sangat penting.
"Harapan kami agar supaya perusahaan kami dapat tetap beroperasi dan dapat melunasi kewajiban juga kepada pihak lender. Kami berharap BLPS ini dapat dianggarkan baik untuk tahun 2025 dan seterusnya," ujar Agus dalam sebuah rapat di Jakarta, Selasa lalu.
Lantas, apa yang sebenarnya memicu krisis ini? Semuanya berawal dari kebijakan pemangkasan Dana Alokasi Khusus (DAK) di era pemerintahan Presiden Prabowo. Akibatnya, BLPS yang biasanya mengalir lewat mekanisme DAK, tiba-tiba menghilang dari anggaran 2025.
Askolani, Dirjen Perimbangan Keuangan, mengakuinya. Rencana awal untuk menyalurkan dana lewat Kementerian Lingkungan Hidup tahun ini pun ternyata tak mudah, butuh proses yang tak bisa instan. Namun, dia memberikan kepastian teknis.
Artikel Terkait
Kredit Bank Mandiri Melesat 13%, Dividen Rp9,3 Triliun Siap Dibagikan
Klaim 6.000 Tewas: Laporan Mencekam dari Garis Depan Kamboja-Thailand
Bencana Alam Ancam Pelunasan Biaya Haji 20 Ribu Calon Jemaah
Aceh Porak-Poranda, Rp25 Triliun Dikucurkan untuk Pulihkan 45.000 Rumah Hancur