Lompatan dari 179 menjadi 2.500 tentu sangat drastis. Di sisi lain, Dadan tampak optimis. Ia melihat ada minat yang tinggi dari investor untuk membangun SPPG di wilayah timur Indonesia itu. Jika semua terwujud, fasilitas-fasilitas ini diproyeksikan bisa melayani sekitar 750 ribu penerima manfaat.
Tapi di situlah tantangan besarnya. Anggaran yang dibutuhkan untuk mengoperasikan SPPG di Papua jauh lebih mahal. Dadan memperkirakan, biayanya bisa mencapai tiga kali lipat dibandingkan di Pulau Jawa. Penyebabnya klasik: biaya logistik dan harga bahan pangan di Papua yang memang tinggi.
“750 ribu penerima manfaat kalau di Jawa kan anggarannya sekitar Rp7,5 triliun. Jadi untuk di Papua, kemungkinan akan mencapai sekitar Rp25 triliun,” jelasnya.
Prabowo sendiri menyadari potensi keterlambatan. Medan dan tantangan geografis Papua bukan hal sepele. Kendati demikian, ia berharap paling lambat lima bulan setelah target Maret 2026, seluruh SPPG tersebut sudah bisa berjalan. Dari 2.500 unit yang ditargetkan, sekitar 1.400 di antaranya direncanakan akan dibangun di wilayah-wilayah terpencil. Sebuah pekerjaan rumah yang besar, tapi jika tercapai, dampaknya bagi masyarakat Papua bisa sangat signifikan.
Artikel Terkait
Ekonomi Menggeliat Jelang Akhir 2025, BI Waspadai Tantangan Ekspor
PM Finlandia Minta Maaf ke Asia Soal Skandal Mata Sipit di Lingkungan Koalisinya
Trik Chef Angga: Kerang Bersih Maksimal Cuma 12 Menit
Sorban dan Senyum Noel di KPK: Petarung Siap Hadapi Gugatan Sertifikasi K3