Tapi tentu saja, oposisi juga keras bersuara. Sebagian khawatir redenominasi cuma jadi lipstik di atas babi. "Tolak redenominasi," protes satu komentar panjang. "BI harusnya secara riil meningkatkan daya beli nilai tukar rupiah, bukan dengan redenominasi. Bahaya risiko double inflasi!"
Yang menarik, diskusi kadang tetap mencoba mengedepankan data. Seorang pengguna bernama DianaArtadi bernostalgia, "Mantap ada kemajuan untuk Negara, seperti jaman dulu 5 perak bisa beli makan."
Komentar itu langsung dibalas dengan argumen kontra yang detail. "Gak pengaruh. Harga nasbung minimal 15 ribu. Malah bisa jadi 20 ribu karena alasan penyederhanaan dan pembulatan. 15 ribu itu jadi Rp15 karena tanggung gak ada 0 nya di belakang, maka dibulatkan jadi Rp20. Udah naik 5000 itu nilai tukarnya."
Meski begitu, nggak semua pakai data. Banyak juga yang mendukung semata karena figur Purbaya yang dinilai populis dan berbeda. Di sini, rasionalitas kadang bertemu dengan faktor likability.
Pada akhirnya, gelombang komentar di YouTube ini lebih dari sekadar adu pendapat. Ia menjadi potret nyata kegelisahan dan harapan masyarakat. Banyak yang menyelipkan saran konstruktif di antara luapan emosi.
"Titip Pesan Untuk Bapak Purbaya," tulis satu akun dengan runut.
"Agar redenominasi berjalan lancar: 1). Lakukan sosialisasi luas. 2). Jaga stabilitas ekonomi dan inflasi. 3). Siapkan sistem keuangan dan teknologi perbankan dengan baik. 4). Libatkan semua pihak. 5). Beri edukasi berkelanjutan supaya masyarakat tidak bingung atau panik."
Ada juga keluhan yang sangat riil dari kehidupan sehari-hari. Seorang tukang fotokopi kebingungan. "Fotokopi saat ini harga nya 250/lembar. Misalkan jadi, berarti 0,25 rupiah. Terus kembaliannya gimana? Apakah nanti ada pecahan 0,1 rupiah?" tanyanya. Keluhannya sederhana tapi menyentuh persoalan teknis yang sering luput dari kajian elite.
Jadi, ruang publik digital seperti YouTube ini sejatinya adalah cermin. Ia menangkap suara sumbang, kritik pedas, harapan, dan juga kebingungan publik. Bagi pemerintah, ini seharusnya jadi bahan pertimbangan yang berharga bukan sekadar deretan notifikasi. Sebelum redenominasi atau kebijakan besar lainnya benar-benar diluncurkan, mendengarkan gumam dan teriakan di ruang-ruang publik seperti ini mungkin adalah langkah pertama yang paling masuk akal.
Ibnu Hariyanto, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UNPAD.
Artikel Terkait
Bea Cukai Pastikan Stok Pita Cukai 2026, Industri Rokok dan Alkohol Tak Terganggu
Diskon Tol hingga 20 Persen Siap Ringankan Mudik Nataru 2026
Inflasi China Melonjak ke Level Tertinggi dalam Dua Tahun, Dipicu Kenaikan Harga Pangan
182 Pemukim Israel Masuk Al Aqsa, Lakukan Ritual Talmud di Dekat Kubah Batu