Di sisi lain, harmonisasi antara kebijakan fiskal dan moneter dinilai krusial. Rully Arya Wisnubroto, Chief Economist & Head of Research Mirae Asset, melihat ini sebagai peluang.
Menurutnya, langkah itu membuka ruang untuk stimulus yang lebih efektif. Tujuannya jelas: menjaga permintaan domestik agar tetap bergairah di tengah tekanan daya beli yang masih jadi tantangan.
"Pemangkasan suku bunga yang lebih cepat dan anggaran besar untuk program pemerintah yang bertumpu pada pelaksanaan MBG, akan mendukung permintaan domestik," katanya menegaskan.
Mirae Asset sendiri memproyeksikan optimisme. Ekonomi nasional diperkirakan tumbuh 5,3 persen di 2026, lalu naik tipis ke 5,4 persen pada tahun berikutnya. Inflasi diharapkan tetap terkendali di sekitar 2,5 persen.
Yang menarik, mereka juga memproyeksikan penguatan rupiah. Nilai tukar diprediksi bergerak menuju Rp16.500 per dolar AS menjelang akhir 2026. Proyeksi ini seiring dengan pelemahan indeks dolar AS (DXY) dan membaiknya koordinasi kebijakan fiskal-moneter di dalam negeri.
Jadi, intinya perubahan kebijakan The Fed pekan depan bukan cuma soal angka. Dampaknya akan terasa pada dinamika aliran modal asing dan kondisi likuiditas global secara keseluruhan. Semua sedang menanti.
Artikel Terkait
Emas Hijau Indonesia Siap Gemparkan Paris, Targetkan Transaksi Rp 132 Miliar
Prabowo: Helikopter dan Pesawat Angkut Baru untuk Menyelamatkan, Bukan Berperang
Perceraian, Konser, dan Dukungan: Sorotan Sepele Selebritas Indonesia
Serangan Beruang di Jepang Tembus Rekor, 230 Korban dalam 8 Bulan