"Kami melihat potensi upside risk untuk pertumbuhan 2026 lebih tinggi ketimbang downside risk-nya. Baseline kita mengacu angka 5,4 persen dari APBN. Jadi, sebenarnya tidak banyak berita buruk yang akan datang dalam beberapa tahun ke depan," papar Airlangga.
Ia pun merinci sejumlah indikator yang mendukung keyakinannya. Ekonomi nasional di Triwulan III-2025 tumbuh 5,04 persen. Sektor manufaktur tetap ekspansif, terlihat dari Purchasing Managers' Index (PMI) yang bertengger di level 53,3 pada November lalu. Inflasi pun terkendali di angka 2,72 persen.
Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencapai level 8.640. Angka ini bukan sekadar pencapaian simbolis, melainkan sinyal positif bagi pengembangan sektor riil. Kepercayaan konsumen juga melonjak signifikan, dengan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) menyentuh 121,2 di Oktober. Daya beli masyarakat pun terpantau kuat, tercermin dari Mandiri Spending Index Mid yang mencapai 312,8 pada bulan November.
Ke depan, komitmen pemerintah adalah menciptakan iklim usaha yang makin kondusif. Caranya? Melalui penyederhanaan regulasi yang kerap berbelit, pemberian insentif yang tepat sasaran, dan yang tak kalah penting: kepastian kebijakan untuk jangka panjang.
"Dengan dukungan tersebut, kapabilitas, inovasi, dan investasi dari sektor swasta diharapkan mampu menjadi motor utama yang membawa pembangunan nasional ke level yang lebih maju dan kompetitif," pungkas Airlangga.
Artikel Terkait
Warga Lagoa Desak Tanggul Ditinggikan Usai Rob Nyapu Permukiman
Diskon Tiket Nataru Tak Goyahkah Dominasi Mobil Pribadi?
Prabowo Kritik Demokrasi Barat: Mereka yang Dulu Menjajah, Kini Mengajari
KPK Kirim Tim ke Arab Saudi, Selidiki Fasilitas Kuota Haji